Wednesday 25 April 2007

PENGHARGAAN

PONCKE PRINCEN HUMAN RIGHTS PRIZE 2007



Latar Belakang
Poncke Princen Human Rights Prize adalah penghargaan yang diberikan untuk orang atau lembaga yang berani mengambil inisiatif pertama kali untuk melindungi dan memajukan HAM baik dalam bentuk aksi yang konsisten mempromosikan, memperjuangkan HAM dan nilai-nilai kemanusiaan maupun kesadaran penuh untuk menghentikan aksi kekerasan sistematik termasuk memberikan inisiasi pada proses perdamaian. Sesuai kriteria tersebut, penghargaan ini di ambil dari figur HJC Princen yang di catat sejarah sebagai orang yang mampu dan konsisten menunjukan kepeduliaannya terhadap martabat umat manusia, perdamaian dan hak asasi sejak ia remaja.

Penghargaan ini perlu dibuat untuk melestarikan semangat dan keberanian dalam menegakan HAM। Karena upaya penegakan HAM di Indonesia tidak hanya membutuhkan keberanian tapi juga konsistensi menempuh bahaya. Oleh karena itu, penegakan HAM Indonesia benar-benar membutuhkan lebih banyak pioneer yang memperjuangkan penegakan HAM seperti yang telah dilakukan Poncke di masa lalu. Untuk alasan itu pula, penghargaan ini akan mendorong pencarian dan mendukung aktifitas pelopor penegakan HAM diseluruh tanah air setiap tahunnya secara terus menerus.

Biodata HJC Princen
Nama Lengkap: H. Johannes Cornelis PrincenTempat Tanggal Lahir: Den Haag, Belanda, 21 November 1925

Jabatan :- Ketua Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia (Institute For Defence Of Human Rights)- Pengacara

Pendidikan :- Sekolah Dasar (SD) 7 tahun
- Sekolah Menengah Seminari 6 tahun
- Pendidikan Tentara Perwira Intelijen sampai tahun 1952

Perjalanan Karir:- Biro Penasehat Ekonomi Teppema dan Vargroup Groothandel voor Chemische Producten di Den Haag (1942-1943)- Stoottroepen Regiment Brabant dan bekerja pada Bureau voor Nationale Veiligheid (1945)- Ikut Long March dari Jateng ke Jabar bersama Batalyon Kala Hitam, kemudian bekerja di SUAD (1948-1956)- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (1956)- Ketua Umum Lembaga Pembela Hak-Hak Azasi Manusia ({LPHAM) (sejak 1966)- Pimpinan Yayasan LBH Indonesia (1970-...)- Wartawan untuk suratkabar dan Radio Belanda di Indonesia (1969-1972)- Pengacara (sejak 1979)
- Pendengar dalam Pengkajian Pokja Petisi 50 (1988-...)- Mendirikan Serikat Buruh Merdeka - Setia Kawan dan menjadi ketuanya (1990-..)
-mendirikan INFIGHT (Indonesia Front for Human Right Defender)- Menjadi Wakil Ketua Caretaker Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) (1995)
-mendirikan KIP HAM 1996 kemudian KontraS 1998

Kegiatan Lain :- Dijatuhi Hukuman mati di Utrecht- Penghuni kamp konsentrasi Jerman di 7 kota Eropa- Ditangkap sewaktu peristiwa Madiun, bebas 19 Desember 1948- Ditahan atas peristiwa PRRI Permesta- Ditahan atas perintah Presiden Soekarno (1962-1966)- Ditahan akibat peristiwa Malari (1974-1976)- Ditahan atas tuduhan menganggu sidang DPR (1978)- Turut membela para tertuduh dalam kasusTanjung Priok (1984)- Dipanggil Kejaksaan Agung (Kejakgung) berkaitan dengan keikutsertaannya pada konferensi tentang Timor Timur (APCET/Asia Pacific Conference on East Timor) di Kuala Lumpur, Malaysia (November 1996)

Publikasi :
- Menerbitkan buku "Riwayat Hidup di Negeri Belanda" dalam bahasa Belanda (1989) yang menimbulkan kontroversi mengenai pro dan anti Indonesia
- Menerbitkan buku "Een Kwestie van Kiezen" (Kebebasan Memilih) di Belanda (1995)
Penghargaan :- Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno (5 Oktober 1949)
- Yap Thiam Hien Award 1992

Panel Juri
Mengawali penyelenggaraan penghargaan ini, pemilihan para nominee di usulkan oleh Dewan Pengurus LPHAM berdasarkan kriteria dan monitoring tertentu yang dinilai dan disepakati oleh sebuah panel juri yang beranggotakan Dewan Penasehat LPHAM yaitu:
1. Asmara Nababan (Mantan Sekjen Komnas HAM, Direktur DEMOS)
2. Dadang Trisasongko (Mantan Wakil Direktur YLBHI, Senior Advisor Anti-Corruption PGRI)
3. Bambang Widjojanto (Mantan Direktur YLBHI, Advokat)
4. MM Billah (Direktur CPSM, Anggota Komnas HAM)
5. Melani (Mantan Direktur LBH Bandung, Advokat)
6. Ori Rahman (Mantan Ketua Dewan Presidium KontraS, Advokat KontraS)

Kategori
Untuk pertama kalinya, penghargaan ini diberikan kepada tiga pihak yang telah berani melakukan upaya promosi dan penegakan HAM yaitu:
[1] Human Rights life time achievement untuk pejuang HAM, Munir (1965-2004).
[2] Human Rights Promoter and Educator untuk dosen STPDN/IPDN, Inu Kencana Syafei.
[3] Human Rights Campaigner untuk Liputan 6 SCTV.


Para Nominator

MUNIR (1965-2004)
Poncke Princen Prize for Human Rights Life Time Achievement 2007


Melengkapi berbagai pengakuan yang telah diberikan kepada Alm।Munir, LPHAM mencoba memperkuat dedikasi beliau sebagai penghargaan dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, Alm. Munir di nilai pantas untuk dikenal sebagai pionir HAM sebagaimana Poncke juga telah lakukan di awal-awal hidupnya. Dedikasi ini diberikan karena Munir tidak saja memiliki komitmen untuk mempertaruhkan apa yang dimiliki dan dicintainya demi kemajuan HAM di Indonesia tapi lebih dari itu upayanya sedikit banyak telah memberi andil terhadap perubahan sistim hukum dan politik Indonesia yang lebih peduli terhadap HAM dan demokrasi.

Atas pertimbangan itu kami memilihnya sebagai suatu pencapaian besar sepanjang hayat (life time achievement) terhadap pemajuan HAM di Indonesia.


INU KENCANA SYAFEI
Poncke Princen Prize for Human Rights Promotor dan Educator 2007
http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=31715&ik=5
KEBERANIAN dosen IPDN Inu Kencana Syafi'i mengungkap berbagai kasus kekerasan dan penyelewengan di lingkungan kampus tempat dia mengabdikan diri puluhan tahun, disadari Inu bukan tanpa resiko. Inu merasakan, sejak tahun 2004, ketika dirinya mengungkap kasus penganiayan terhadap Praja Wahyu Hidayat, berbagai macam teror, mulai dari ancaman akan dipecat, bahkan sampai dibunuh, terus menerus diterima keluarga dan dirinya.
Begitu juga ketika dia membongkar kebobrokan IPDN yang memakan korban Cliff Muntu kali ini. Namun resiko tersebut dihadapi dengan penuh keberanian. Upayanya ini didukung sepenuhnya oleh istri tercinta Ny. Indah Prasetiati. Dalam wawancara khusus dengan Pos Kota pertengahan pekan ini, di rumahnya Kompleks IPDN, Jalan Raya Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Inu menyebutkan, dirinya tidak takut terhadap ancaman tersebut. “Jangankan dipecat, mati sekalipun, saya dan keluarga siap. Saya yakin, Allah SWT akan melindungi saya dan keluarga, karena apa yang saya lakukan adalah bentuk jihad, menjalankan perintah-Nya, yakni amar ma'ruf, nahi munkar. Bukan untuk membuka aib seseorang, tapi untuk memperjuangkan kebenaran dan menegakkan keadilan, supaya praktik-praktik kotor tidak terus menerus terjadi di lingkungan yang seharusnya menjunjung tinggi moral dan etika, “ tegasnya.
Sebagai seorang dosen, dengan pangkat Golongan IV C dan sudah mengabdi puluhan tahun di almamaternya, kehidupan ekonomi Inu Kencana Syafi'i jauh dari makmur. Ia bersama istrinya Ny. Indah Prasetiati dan tiga putra-putrinya tinggal di rumah dinas sederhana ukuran kecil. Menurut Inu, jika mengacu ke standar kepangkatan, rumah yang ditinggalinya untuk golongan II, padahal dia sudah golongan IV. Rumah yang terletak di Kompleks IPDN Blok C-25 ini, terdiri dari dua kamar tidur ukuran 3 x 2,5 meter, ruang tamu yang bersatu dengan ruang keluarga ukuran 3 x 5 meter, dilengkapi sebuah kamar mandi dan dapur. Sebagai kamar tidur utama, Inu membangun tanah kosong di bagian belakang rumahnya. Perabotan rumahnya pun, jauh dari kesan mewah. Hanya ada satu set kursi tamu dan sebuah lemari yang penuh dengan buku. Keluarga Inu Kencana, tidak memiliki kendaraan bermotor, baik sepeda motor, apalagi mobil. “Kemana saja bepergian, saya selalu naik angkot. “Untuk mencapai jalan Raya Jatinangor, yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer, saya berjalan kaki, biar sehat dan yang tak kalah pentingnya supaya irit ongkos,” tambahnya sambil senyum.
Ketiga anaknya, seorang kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, seorang lagi kuliah di Fakultas Seni Universitas Pasundan Bandung, dan seorang lagi di SMAN 23 Bandung, Inu menyebutkan, didapat dari honor mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta dan honor dari menulis buku. Sampai saat ini Inu telah menulis 43 judul buku, terbanyak tentang Ilmu Pemerintahan yang dijadikan mata kuliah dibeberapa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Inu Kencana menyebutkan, walau sering kekurangan uang, karena gajinya ‘digadaikan’ ke bank untuk biaya kuliah program S2 di Unversitas Padjadjaran, Bandung sekaligus dipakai biaya meneliti kasus kematian Praja Wahyu Hidayat, serta berbagai kasus kekerasan di IPDN, Inu tetap bahagia. “Saya bersyukur Allah SWT memberikan berbagai kenikmatan melebihi apa yang saya inginkan,” tukasnya. “Sebagai muslim, sejak tahun 1990-an, saya ingin sekali menunaikan ibadah haji, namun sebagai pegawai negeri yang tidak bisa ngobyek, apa lagi jika menyerempet-nyerempet hal yang terlarang, keinginan tersebut, tidak lebih hanya sebagai khayalan. Namun sebagai muslim taat yang percaya kepada kemurahan Allah, Inu selalu berdoa, agar bisa ibadah haji.
Keinginan tersebut akhirnya terwujud, ketika 1994, kakaknya, seorang produser film yang akan shooting film di Mekah mengajak Inu ibadah haji. Ajakan tersebut tanpa pikir panjang disambutnya. Ia bisa naik haji dengan biaya tak lebih dari Rp 10.000. Ongkos untuk perjalanan Bandung – Jakarta, naik kereta api. Sisanya dibiaya kakak dan bantuan orang lain yang tiba-tiba saja datang, padahal orang tersebut tidak dikenalnya.

Sebagai penghargaan dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, usahanya telah mengungkap kebenaran atas apa yang secara jahat disembunyikan oleh institusi IPDN di nilai pantas untuk dikenal sebagai pionir pendidik dan promotor hak asasi sebagaimana HJC Princen (1925-2002) juga telah lakukan di awal-awal hidupnya। Dedikasi ini diberikan karena konsistensi dan nya untuk mempertaruhkan apa yang dimiliki dan dicintainya demi terhentinya kekerasan yang menginjak-injak HAM di STPDN/IPDN dan demi perubahan sebuah institusi pendidikan yang bertujuan mulia di Indonesia yang न्य sedikit banyak telah memberi andil terhadap perubahan sistim hukum dan politik Indonesia yang lebih peduli terhadap HAM dan demokrasi walau baru hanya terfokus pada STPDN।

Atas pertimbangan itu kami melihat upaya tersebut sebagai suatu kepeloporan yang penuh resiko bagi pendidikan dan promosi hak asasi manusia (Human Rights Promotor dan Educator) dan terhadap pemajuan HAM di Indonesia.


LIPUTAN 6 SCTV
Poncke Princen Prize for Human Rights Campaigner 2007


Fokus: Kekerasan di STPDNYang Teraniaya dalam Kenangan
Titik awal pengungkapan kekerasan STPDN/IPDN 29 Maret 2003
http://www.liputan6.com/view/8,63435,1,0,1175651902.html
29/09/2003 09:47
Kisah Wahyu Hidayat yang tewas dianiaya seniornya seakan menjadi kunci kotak pandora. Satu persatu masalah yang selama ini tertutup, bermunculan. Mengejutkan dan melahirkan kegeraman.


Kasus IPDN26/04/2007 07:30 Dakwaan Berlapis Menanti Lexie dan Iyeng
25/04/2007 05:45 Alumni STPDN Membantah Aliyan Te...24/04/2007 15:28 Praja IPDN dan Pengasuh Diperi...24/04/2007 13:07 Keluarga Frans Menemui Rekto...24/04/2007 08:31 Keluarga Frans Meminta Penangguh...23/04/2007 18:36 Status PNS Sepuluh Praja Akan Di...23/04/2007 14:15 Tak Hanya Mayat Cliff yang Disun...23/04/2007 07:05 Alumnus Meminta IPDN Tak Dibubarkan22/04/2007 19:05 Rekaman Pengakuan Iyeng Sopandi22/04/2007 12:53 Polisi Akan Memeriksa Mantan Rek...21/04/2007 12:58 Kekerasan Terjadi Sejak APDN21/04/2007 06:25 Mantan Praja IPDN Stres Akibat K...21/04/2007 00:37 Lexie Giroth dan Istri Diperiksa...20/04/2007 19:35 Keluarga Andi Meminta Penangguha...20/04/2007 06:12 Status PNS Sepuluh Praja Dievalu...20/04/2007 01:46 Kepala Poliklinik IPDN Diperiksa

Berita sepekan terakhir yang masih dikejar Liputan 6 soal pengungkapan kekerasan STPDN
http://www.liputan6.com/view/2,140698,1,0,1177564033.html

Sebagai penghargaan dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, usaha Liputan 6 SCTV yang telah mengungkap kebenaran atas apa yang secara jahat disembunyikan oleh institusi IPDN di nilai pantas untuk dikenal sebagai pionir pendidik dan promotor hak asasi sebagaimana HJC Princen (1925-2002) juga telah lakukan di awal-awal hidupnya. Dedikasi ini diberikan karena konsistensi dan komitmen Liputan 6 SCTV untuk mempertaruhkan apa yang dimiliki dan dicintainya demi terhentinya kekerasan yang menginjak-injak martabat kemanusiaan dan budaya kekerasan di STPDN/IPDN. Penghargaan ini juga dianugerahkan karena, atas upaya tersebut telah memicu berbagai evaluasi dan perubahan sebuah institusi pendidikan yang bertujuan mulia di Indonesia yang upaya Liputan 6 SCTV sedikit banyak telah memberi andil terhadap perubahan sistim hukum dan politik Indonesia yang lebih peduli terhadap HAM dan demokrasi walau dalam kasus ini baru hanya terfokus pada STPDN.

Atas pertimbangan itu kami melihat upaya tersebut sebagai suatu kepeloporan yang penuh resiko bagi sosialisasi dan kampanye publik hak asasi manusia (Human Rights Campaigner) dan terhadap pemajuan HAM di Indonesia.

KOLEGA

Desertir yang Pulang ke Kesatuannya
Oleh: Nono Anwar Makarim*


Schemering, wier zachte handen strelen
Allen die alleengelaten zijn,
En in duister met doorwonde harten
‘t luide lachen van het leven tarten…………..
A. Roland Holst


“PONCKE” Princen masuk dalam kehidupan saya pada suatu hari yang mendung tahun 1967. naik sekuter vespa, Harian Kami hari itu diselipkan dalam jaketnya. Ia masuk ke kamar saya tanpa mengetuk pintu, langsung membaca keras-keras editorial yang saya tulis untuk hari itu. Ditengah teks tajuk ia berhenti dan menangis, terharu atas pesan yang saya tuliskan semalam sebelumnya. Lengan bajunya digulung tinggi-tinggi. Tampaknya ia ingin menunjukkan otot-ototnya, seperti jagoan. Di kemudian hari saya mengetahui bahwa ia memang saban hari melatih diri angkat besi. Sebagian untuk tampak berotot, sebagian lagi agar siap mengangkat beban yang berat-berat. Mungkin beban kesendiriannya.

Sejak saat itu ia sering datang ke Kramat VIII Nomor 2, kantor redaksi Harian Kami. Sesekali ia melakukan resitasi sajak-sajak yang di ingatnya dari sekolah gymnasium di Negeri Belanda. Saat-saat itu tiba giliran saya untuk pura-pura melihat keluar jendela, malu ketahuan “mberes mili”. Dalam hati saya berpikir: tidak banyak lagi orang yang masih bias khusyuk menikmati puisi belanda tahun 1880-an. Ia hafal bait-bait sajak Van Eyck, Gorter, Van Deysel, Perk dan Kloos.
Desersi
Bagi saya, dengan segala cacat dan boncelnya, Princen adalah suatu monumen. Pada waktu-waktu tertentu kita ragu akan jalur sepi yang kita jalani. Apalagi kalau kebanyakan teman menempuh jalan lain yang ramai. Pada saat-saat seperti itulah saya membuka hati dan memandang H.J.C. Princen. Poncke Princen di sepanjang hidupnya berjalan sendiri di jalan yang sempit dan sepi. Tidak ada orang yang lebih kesepian seperti dia.

Terbebas dari kamp tahanan Nazi, ia direkrut jadi tentara walaupun enggan. Tapi, Poncke Princen adalah orang yang berpendidikan kukuh sekali. Dari Gymnasium ia masuk seminari. Barangkali ia sudah tahu sebelum diberangkatkan ke Indonesia untuk berperang merupakan pelanggaran atas undang-undang dasar Kerajaan Belanda. Kekecewaannya bertambah ketika sadar bahwa tentara Belanda datang bukan untuk membebaskan, melainkan untuk menjajah. Dalam seketika serdadu H.J.C. Princen, nomor pokok 251121085, kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta, menjadi disertir. Ia menyeberang ke pihak republik dan bergabung dengan “onze jongens” melawan kesatuannya sendiri.

Untuk itu dia dihukum seumur hidup oleh tanah tumpah darahnya. Princen tidak boleh menginjakkan kaki di Netherland. Ketika diberi visa oleh pemerintah Belanda atas pertimbangan kemanusiaan, organisasi veteran Belanda protes keras. Mereka mengartikan visa sebagai rehabilitasi seorang disertir. Saya mengartikan protes mereka sebagai sikap menolak diingatkan bahwa sejarah telah membenarkan Princen dan menyalahkan mereka. Sebenarnya, yang dihukum seumur hidup adalah militer yang melancarkan perang penjajahan terhadap aspirasi sah suatu bangsa yang ingin merdeka. Hakimnya adalah hati nurani mereka sendiri. Princen dinyatakan bebas oleh hati nuraninya.

Poncke
Itu belum cukup. Nama “Poncke” konon diperolehnya dari roman yang digemarinya tentang pastur jenaka di Belgia Utara yang bernama Pastoor Poncke. Pada tahun 1994 perkumpulan penggemar roman tahun 1940-an tersebut mengadakan rapat dan memutuskan untuk melarang H.J.C Princen menggunakan nama Poncke.

Siapalah yang peduli. Ia toh sudah lama terbiasa tak punya apa-apa. Semua sudah diambil darinya, termasuk kesehatannya. Saya masih ingat ketika ia dipanggil untuk menaiki panggung guna menerima anugerah Yap Thiam Hien. Yang bergerak menuju panggung, tanpa tongkat, tanpa bantuan pengantarnya, adalah sosok yang sudah rongsok digempur stroke berkali-kali. Pada saat itu Poncke terkesan pada saya seperti kapal perang yang babak belur, compang-camping pulang dari berperang, masuk ke pelabuhan tanpa tepuk dada, tanpa sorak-sorai. Sekarang kapal itu masuk dok untuk selama-lamanya. Rohnya kini bebas keluar masuk De Haag, Heestede, Amersfoort, Enschede, Harleem dan Sukabumi. Bebas juga dari protes kerdil para veteran perang kolonial, dari Drs. Kamsteeg yang melarangnya menggunakan nama Poncke. Yang tersisa hanya semangatnya. Sang desertir sudah pulang ke kesatuannya.[1]

Mantan Pemred Harian Kami,
Ketua Dewan Pelaksana Yayasan Aksara
Jakarta, 23 Feb 2002
[1] Tempo, Desertir yang Pulang ke Kesatuannya, Nono Anwar Makarim Tempo Edisi 020303-052/Hal.42, Rubrik Kolom

OBITUARI

PENGUNGKAP PERTAMA KEJAHATAN ORDE BARU PONCKE PRINCEN TUTUP USIA

Oposan abadi itu telah tiada. Tokoh pejuang hak-hak asasimanusia Haji Cornelis Poncke Princen meninggal dunia Jum'at dini haripada usia 77 tahun. Maka sejak pagi hari teman-teman aktivis antiOrde Baru sudah memenuhi halaman rumah kediamannya Jalan ArjunaIII/24 Jakarta Timur. Dari rumah duka itu berikut laporan korespondenSyahrir
Princen sebelumnya lumpuh karena beberapa kali mengalami stroke।"Poncke selama ini konsisten memperjuangkan demokrasi dan HAM," kataRahman Tolleng yang bersama Poncke pernah ditahan selama dua tahunpada 1974. Sebelum peristiwa Malari, Poncke sudah beberapa kaliditahan pihak Kopkamtib. Bahkan ia pernah merasakan beratnya ditahandi Gang Buntu, kamp tahanan Satgas Intel Kopkamtib di Kebayoran Lama.Tempat ini dikenal sebagai tempat penyiksaan yang paling seram diseluruh Indonesia. Tempat tahanan yang mirip kamp interogasi tahananGang Buntu hanyalah kamp tahanan Jalan Gandhi di Medan. Tetapi Poncketidak pernah bisa diintimidasi atau ditakut-takuti pihak militer.Bukankah ia sudah biasa diinterogasi baik oleh TNI maupun KNIL,tentara Belanda. Poncke Princen dikenal konsisten berjuang sejakjaman kolonial Belanda, zaman Sukarno dan zaman Soeharto. Yangmengkhawatirkannya adalah terlalu banyak pertumpahan darah diIndonesia.Poncke Princen : Kita tentu musti mengetahui juga bahwa darah banyakorang mengalir sebelum kita menjadi merdeka dan bahwa sewaktu kitamerdeka banyak darah yang lain yang mengalir kembali. Ada peristiwa'65, ada peristiwa Darul Islam, ada peristiwa perang saudara danlain-lain.Sebagai serdadu Belanda ia bergabung dengan pejuang-pejuangkemerdekaan dari pihak kiri. Tetapi hampir saja ia dibunuh mereka.Iadiselematkan tentara Siliwangi yang dipimpin Kolonel Kemal Idris.Maka tidaklah mengherankan jika Kemal, jenderal yang sudah sepuh ituyang dahulu melawan Soekarno maupun Soeharto juga hadir di rumahduka. Poncke memang merupakan seorang tokoh yang kritis yang selalumengambil peran oposan di setiap zaman. Ia seorang yang pantangmenyerah, mendengarkan kata hatinya dengan baik dan tidak takutmemikul akibatnya.Menurut Hana Rambe penulis biografinya, ia pernah mendengarkan siaranRadio Australia. Seorang pendeta mengutip ayat Perjanjian Baru.Bunyinya antara lain:Ketika Aku haus, kau tak datang memberiku minum.Ketika Aku seorangasing, kau tak memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang kamu tidakmemberi Aku pakaian.Ketika Aku sakit dan dalam penjara kamu tidakmelawat Aku. Ayat-ayat ini dikenal Princen dengan baik karena ia pernah menjadicalon pastor. Inilah jawaban yang dicarinya. Menolong orang lain padasaat mereka memerlukannya. Meski demikian Poncke tetap bertahan padakeyakinannya. Ia dikuburkan sebagai seorang Muslim. Ketika di penjaraacapkali pun ia menganjurkan teman-temannya untuk membaca Al Quran."Ini buku yang baik," katanya kepada teman-temannya yang beragamalain.Poncke selalu berusaha berdamai dengan dirinya sendiri. Pada saat iameninggal hanya teman-teman ex penjaranya saja yang hadir bersamasejumlah mantan aktivis HAM dan beberapa tentara ex Divisi Siliwangi.Tidak ada utusan pemerintah yang hadir. Padahal ia sebagai pemegangBintang Gerilya yang pada awal kemerdekaan diberikan oleh Soekarno,sebenarnya berhak dikuburkan di Taman Pahlawan. Tetapi menurutWilanda Princen, putrinya Poncke, bapaknya sebelum meninggal sudahmemesan agar ia tidak dikuburkan di Taman Pahlawan karena disanaterdapat banyak koruptor dan pengkhianat bangsa.Namun sudah sepatutnya bila salah seorang wakil pemerintah hadir padapemakaman Princen. Bukankah Princen pun seringkali membelaPDI-Perjuangan dan Megawati ketika Mega masih dalam posisi tertekan?Poncke Princen : Ini permulaan dari peridode yang baru dimana kitapada saat ini kita mulai berpikir mengenai "the rea valuesl" mengenainilai-nilai yang benar. Saya kira saat ini saatnya untuk mengkoreksiapa yang perlu dikoreksikan untuk mencapai suatu Indonesia yang lebihbagus dan yang lebih indah. Kalau saya boleh tambah sedikit dari dirisendiri, adalah karena saya punya istri dan saya punya anak buah matiuntuk itu. Dan saya bilang ya mengapa demikian oleh karena dalam halitu saya sudah menyatu dengan bangsa Indonesia.Tetapi menurut seorang temannya jasa terbesar pendiri LBH dan LP HAMini adalah ketika ia mengunjungi Purwodadi di tahun 1968. Berkatpemberitaan dan protes Ponckelah sehingga Soeharto,Panggabean danSurono menghentikan pembunuhan massal di Purwodadi,Jawa Tengah.Padahal setelah pemberontakan di Blitar Selatan, pada 1967, Soehartosudah menginstruksikan untuk membunuh ribuan tapol di kantor-kantorKoramil dan KodimTetapi hari ini yang mencolok, tidak banyak bekas tapol PKI yangdatang ke pemakaman Poncke Princen yang pernah aktif di Liga AntiKomunis semasa Soekarno. Poncke sendiri setelah peristiwa Purwodadiditangkap Kopkamtib dengan tuduhan Komunis, karena kakaknya menurutKopkamtib adalah anggota Partai Komunis Belanda. Tetapi sesungguhnyaSoeharto dan tentara itu sangat takut pada sikap non-kompromiPrincen.
Kompas, Pengungkap Pertama Kejahatan Orde Baru, Poncke Princen Tutup Usia, Jum’at, 22/02/2002

Thursday 19 April 2007

WARNA-WARNI PONKE

RIWAYAT HIDUP HJC PRINCEN, WARTAWAN ASAL BELANDA PENUHWARNA-WARNI. ORANG YANG SERING DIPANGGIL PONCKE INI PERNAHDIJATUHI HUKUMAN MATI DI BELANDA. IA KAWIN DENGAN WANITAINDONESIA DAN MENJADI WNI

MEMANG saja wartawan। Apakah itu djelek?" Itu pertanjaan HJC Princen, dalam tangkisan kepada mingguan Chas jang minggu kedua Pebruari memuat riwajat-hidupnja dengan beberapa hal jang menurut Princen "tidak benar"। Princen selain bekas tokoh partai IPKI dan Ketua Hak-Hak Azasi Manusia memang wartawan. Tapi tiga hari sebelum ia menulis tangkisan tersebut ia diberhentikan sebagai koresponden (dalam masa pertjobaan) radio NCRV di Negeri Belanda. Hanja kerdja kewartawanannja dari mana ia bisa hidup--ternjata tak berachir begitu sadja. Beberapa hari setelah keputusan NCRV, ia dipungut oleh surat kabar Het Vrije Volk.Adakah Het Vrije Volk akan kemudian memberhentikannja pula? Pertanjaan ini bisa sadja timbul, mengingat sebelum enam bulan dia bekerdja untuk NCRV, ia bekerdja enam bulan untuk radio AVRO. Nasib jang bergelombang seperti itu, dua kali digeser selama satu tahun, memang nampaknja tak bisa dilepaskan dari "dosa asal" Princen jang sudah Hadji itu. Riwajat hidupnja tidak chas tjerita karier seorang wartawan profesionil, jang mendjalani sebagian hidupnja sebagai pengamat peristiwa tanpa melibatkan diri dalam peristiwa - baik itu soal sport atau perang. Riwajat hidup Princen djustru adalah riwajat hidup seorang jang seringkali terlibat dalam peristiwa-peristiwa jang tidak biasa. Menurut tjeritanja sendiri ditahun 1944 ia pernah didjatuhi hukuman mati di Utrecht, sebab tertangkap ketika sebagai anak muda ia mentjoba melarikan diri ke Inggeris dari Negeri Belanda jang di duduki Djerman. Hukuman itu diubah djadi hukuman pendjara, dan setelah masuk dalam beberapa kamp konsentrasi di Eropa sampai dengan kalahnja Djerman dalam Perang Dunia ke--II, ia dibebaskan tentara Amerika. Negeri Belanda bebas, tapi Princen harus mengalami peristiwa lain: dia dipanggil untuk wadjib militer oleh Pemerintah Belanda waktu itu buat dikirim bersama pasukan pendudukan ke Indonesia jang baru sadja menjatakan kemerdekaannja."Saja tidak setudju dengan itu", tulis Princen, "berdasarkan pendirian jang sederhana sekali: waktu kita diduduki oleh Djerman, kita merasakan bagaimana kalau harus hidup dibawah perintah-perintah suatu pendjadjah". Maka ia lari ke Perantjis, tapi kemudian kembali ke Negeri Belanda "karena ibu saja sakit", dan kemudian di tangkap dan kemudian dikirim ke Indonesia --jang ternjata kemudian djadi tanah airnja.Hadiah Nobel. Disini segera Princen jang pernah menempuh peladjaran Gymnasium A (Kesusastraan), dengan tjepat bergaul dengan seniman dan intlektuil Indonesia, termasuk Asrul Sani jang pernah djadi seorang komanda Laskar Rakjat. Tak lama kemudian di menjeberang kefihak Republik, masl Islam dan menikah dengan seorang gadis Tjipriangan. Bagaimana ia masuk Islam tak diketahui, tapi pemuda Belanda jan kemudian mentjoba menulis puisi bahasa Sunda itu menurut Asrul pernah ketemu dengan seorang hadji jang dikagumi sebagai orang jang "lebih bidjaksana dan Thomas Mann", itu pengarang Djerman pemenang Hadiah Nobel jang mengungsi dari kekuasaan Hitler. Jang djelas ialah bahwa ia diwaktu pemberontakan Madiun ikut ditangkap bataljon Sudiarto jang kiri, dan njaris dibunuh. Untung datang pasukan Kemal Idris dari Siliwangi jang membebaskan Pati dan membebaskan Princen. Ia kemudian ikut Long March ke Djawa Barat bersama bataljon "Kala Hitam" Kemal Idris. Ia memimpin satu pasukan, dan dalam suatu pertempuran dengan Belanda kehilangan anak buah dan isterinja, Odah. Tapi nasib djeleknja belum berachir rupanja. Di masa Soekarno ia ditahan tanpa diadili bersama sedjumlah pemimpin Masjumi PSI dan orang-orang pers seperti Moch tar Lubis. Diawal 1972, ia ditahan olel Kopkamtib buat 29 hari - dan riwajat hidupnja jang unik itu rupanja menarik perhatian kembali. Ditahun 1969 ketik ia mengemukakan apa jang disebut "pembunuhan bergelombang" di Purwodadi biografi Princen djuga pernah diperdebatkan: Gubernur Munadi menuduhnja "komunis", dan Majdjen (waktu itu) Kemal Idris, Kol. (waktu itu) Ali Said serta Asrul Sani membantah.Juliana. Apa dan siapapun Princen nampaknja bukanlah orang jang ditakdirkan untuk hidup tenang. Dia ditjopot oleh AVRO karena, menurut penuturan nja, mungkin radio itu tjemas bila Ratu Juliana jang waktu itu sedang hcndak berkundjung ke Indonesia akan diinterview oleh sang koresponden: bekas seorang deserteur pasukan Keradjaan. Dia diberhentikan NCRV karena penahanannja oleh Kopkamtib menimbulkan kontroversi di Negeri Belada, dan akibatnja "mereka menganggap dan meragukan objektifitas saja sebagai wartawan", kata Princen. Princen tidak setudju dengan alasan itu. Tapi nampaknja selalu pertimbangan laba-rugi setjara dagang, radio swasta itu bisa dimengerti pula djika menghendaki wartawannja hanja sebagai penonton peristiwa, bukan peserta peristiwa. Princen, jang sehari-hari kadang di panggil Ponke, betapapun kini sudah bekerdja djadi wartawan lagi: meskipun orang ada baiknja mengharap agar dia menulis suatu otobiografi.

MBM TEMPO EDISI 02/02, 18 Maret 1972, Hal. 18

Jalan Tikus ke Belanda

Tokoh hak asasi manusia, Princen, dicekal Belanda. Ia dianggap masih sebagaiseorang desersi. Princen bertekad masuk ke tanah leluhurnya
SUDAH nasib Haji Johanes Cornellius Princen dicekal di sana- sini। Selamasembilan tahun terakhir, ia, misalnya, tak boleh meninggalkan Indonesia karenadianggap terlalu vokal menyuarakan pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM).Pekan lalu, ketika aparat keamanan Indonesia tidak lagi mencegahnya pergi keluar negeri, Princen malah ditangkal Departemen Luar Negeri Belanda supaya takmasuk ke Negeri Kincir Angin itu. ''Padahal saya ingin sekali bertemu denganlima anak dan empat cucu saya yang ada di Belanda,'' katanya. Princen, 67tahun, yang menghadiri pertemuan tahunan masalah hak-hak asasi manusia diJenewa, semula berharap bisa menjejakkan kaki di tanah kelahirannya, Den Haag.Harapannya punah ketika diberi tahu bahwa dirinya tak diizinkan masuk kenegeri leluhurnya. Mengapa Princen tak boleh ke Belanda? ''Saya tak berhakmenjelaskannya. Kedutaan telah memberi tahu secara tertulis kepada Princenkenapa dirinya tak mendapatkan visa masuk ke Belanda,'' kata seorang pejabatKedutaan Besar Belanda di Jakarta. Pada 1980, lanjutnya, Princen juga pernahmencoba mendapatkan visa masuk Belanda, juga ditolak.Mengenai alasan pencekalan dirinya itu, kata Princen, karena PemerintahBelanda masih mengungkit-ungkit masa lalunya. Ia dituduh melakukan desersiketika diberi tugas sebagai tentara Belanda ke Pulau Jawa. Pada 1948, Princenmenyeberang dan bergabung dengan tentara Indonesia. ''Saya, oleh PemerintahBelanda, dianggap banyak terlibat dalam operasi militer yang mengakibatkantentara Belanda gugur,'' ceritanya. Atas jasanya di masa Perang Kemerdekaanitu, Princen dianugerahi Bintang Gerilya oleh Pemerintah RI.Alasan lain, tambah pejuang hak asasi itu, ia dianggap melanggar janji takboleh bicara politik di Belanda. Ia teringat peristiwa di tahun 1978, ketikadiberi izin menghadiri pemakaman ibunya di Kota Zwolle. Waktu itu ia diajakberbincang-bincang masalah politik oleh anggota Komisi Luar Negeri di ParlemenBelanda. ''Inisiatif itu datang dari anggota Parlemen, bukan dari saya,''katanya.Pencekalan Princen itu ternyata mengundang reaksi di Belanda. Setidaknya darikalangan politisi muda Partai Demokrat '66, Partai Buruh, dan Groen Links.Mereka melihat masa lalu Princen tak layak dipersoalkan lagi alias sudahkedaluwarsa. Karena itu mereka berharap pencekalan terhadap Princen supayadicabut. Apalagi Princen pernah menjadi nara sumber penting buat MenluKooijmans. Sebelum dan setelah Peristiwa Dili (November 1991) pecah, merekaberdua sering bertemu di Jakarta. Ketika itu Kooijmans bekerja untuk PBBsebagai rapporteur untuk melihat pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia.Namun, bisa dimengerti pula kalau ada sikap yang keras dari kantor Kooijmansterhadap Princen ini. Boleh jadi sikap ini mewakili aspirasi sisa-sisapensiunan tentara KNIL, yang tak pernah melupakan Princen sebagai penghianat.Menghadapi itu Princen tidak takut. ''Sekalipun nanti saya diludahi,dilempari dengan tomat busuk, atau bahkan ditembak oleh bedil tua. Kalau sayamati, itu tak lebih dari sebuah akhir yang terjadi lebih awal dari yangdirencanakan,'' kata Princen seperti dikutip koran Volkskrant terbitan 11Agustus ini.Kini Parlemen sedang menanti penjelasan Menteri Kooijmans atas beleidkantornya yang mencekal Princen. Menteri Kooijmans dikabarkan masih berlibursampai pekan depan. Tentang tekad Princen bila tak diberi visa? ''Dengansegala cara, saya akan tetap ke Belanda. Saya sudah tahu jalan-jalan tikusuntuk masuk ke sana. Saya mungkin tinggal satu-satunya orang Indonesia yangmasih berjuang melawan kolonial Belanda,'' katanya dengan nada lirih.
MBM TEMPO EDISI 25/23, 21 AGUSTUS 1993 Hal. 26

PONGKE DAN SEBUAH MASA LALU

DITOLAK PERMOHONAN VISANYA OLEH KEDUTAAN BELANDA DI JAKARTA ATAS INSTRUKSI KEMLU BELANDA DENGANN ALASAN MENYANGKUTKEAMANAN PRIBADINYA YANG BERKAITAN MASA LALUNYA, PERNAHMEMBELOT DARI TENTARA KERAJAAN
RASA kekecewaan itu masih tampak di wajah H।J।C। Princen। "Saya ingin marah. Ingin mengumpat --kalau memang ada hak untuk mengumpat," kata Princen tatkala ditemui TEMPO Sabtu pagi lalu. Masih berpakaian piyama batik, pagi itu iasedang siap mendengarkan siaran Radio Hilver um dari Negeri Belanda. Agaknya untuk mencari tahu apakah ada berita yang menyangkut dirinya.Ceritanya dimulai dua pekan lalu Haji Princen, 55 tahun, selaku Ketua Umum Lembaga Pembela Hak-hak Asasi manusia diundang untuk menghadiri suatu seminar internasional tentang hakhak asasi manusia yang diadakan di Amsterdam, Negeri Belanda. Diselenggarakan oleh Novib, lembaga sosial di negeri itu, antara 8-13 Desember 1980 dan mengundang banyak lembaga sosial di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Princen merupakan salah satu dari tiga orang Indonesia yang sedianya hadir dalam seminar tersebut.Namun Princen--yang biasa dipanggil Pongke--ternyata urung berangkat. Permohonan visanya ditolak oleh Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Itu yang membuat Princen kecewa. "Ini suatu ironi. Bukankah Belanda selama ini dianggap sebagai juara hak-hak asasi manusia," katanya.Permintaan visa Princen, kata W.H. Simonz, Counsellor di Kedubes Belanda di Jakarta pada TEMPO, ditolak berdasar instruksi Kemlu Belanda. Alasannya menyangkut keamanan pribacli Princen yang berkaitan dengan masa lalunya: pada 1946 Princen membelot dari tentara Kerajaan. "Masih banyak orang di Belanda --terutama yang pernah menjadi tentara bersama Prmcen, yang tidak menyukai sikapnya. Sikap bekas rekan rekan ini mungkin bisa membahayakan keselamatan Princen," kata Simonz. Diakuinya, hal itu sudah lama terjadi --sekitar 34 tahun lalu. Toh dengan dalih keselamatan Princen, permohonan visanya ditolak.Kala HitamMasa lalunya tampaknya terus membayangi Princen. Lahir di Den Haag, Negeri Belanda, pada November 1925, anak sulung seorang guru menggambar ini berusia 18 tahun pernah ditahan tentara pendudukan Jerman sampai Mei 1945. Pertengahan l946 ia terkena wajib dinas militer namun melarikan diri ke Prancis karena menolak dikirim sebagai tentara pendudukan ke Indonesia, yang baru saja menyatakan kemerdekaannya ."Saya tidak setuju dengan itu berdasar pendirian yang sederhana sekali waktu kami diduduki Jerman, kami merasakan bagaimana kalau harus hidup di bawah perintah suatu penjajah," kata Princen. Tatkala kembali ke Belanda untuk menengok ibunya yang sakit keras, Princen ditangkap dan kemudian dikirim ke Indonesia --yang kemudian menjadi tanah airnya.Karena desersinya itu, sesampai di Indonesia Princen dijatuhi hukuman satu tahun oleh Militaire Krijgsraad te Velde (pengadilan militer) di Sukabumi. Usai menjalani hukuman ia dikirim ke Purwakarta, dan di sini ia mulai kenal dan bergaul dengan beberapa seniman Indonesia, antara lain Burhanuddin, Chairil Anwar, Asrul Sani dan Mochtar Apin .September 1948 ia melarikan diri ke luar Republik di daerah Pati. Tapi tak lama kemudian ia ditangkap tentara dari batalion Sudiarto yang terlibat Peristiwa Madiun. Untung datang pasukan Kemal Idris dari Divisi Siliwangi dan membebaskan kota Pati -- dan juga Princen.Dari sinilah ia bergabung dengan batalion "Kala Hitam " Kemal Idris dan ikut long march ke Jawa Barat. Ia masuk agama Islam dan menikah dengan seorang gadis Sunda. Pada clash II Princen berpangkat Letnan Dua. "Belanda waktu itu menyediakan hadiah 40.000 gulden untuk kepala saya. Hidup atau mati," kata Princen. Dalam suatu pertempuran, ia kehilangan 14 anak buahnya dan juga Odah, istrinya.Sampai 1956 Princen kemudian bekerja di SUAD I, kemudian menjadi anggota DPR mewdkili golongan Minoritas Eropa Fraksi IPKI. Semasa Orde Lama bcberapa kali ia ditangkap dan ditahan, terakhir antara 1962-1966 bersama sejumlah tokoh Masyumi, PSI dan wartaan seperti Mochtar Lubis. Tatkala pada 1969 Gubernur Ja-Teng Munadi menuduhnya komunis. Kemal Idris dan Kol. (waktu itu) Ali Said membantahnya.Princen, pemegang Bintang Gerilya, juga menjadi "langganan" tahanan selama pemerintahan Orde Baru. Ketika Peristiwa 15 Januari ia ditahan selama lebih dua tahun. Menjelang Sidang Umum MPR 1978 ia juga ditahan. Kini ia bekerja sebagai pengacara dan tinggal di daerah Jatinegara, Jakarta.Yang juga mernbuat Princen curiga atas penolakan visanya: pada 1977 ia gampang memperoleh visa buat menengok ibunya yang sakit. Pada 1978 ia tiga kali ke Belanda, diantaranya malah ia pernah diwawancarai tv Belanda.Kabarnya, selama seminar hak-hak asasi yang berlangsung pekan lalu itu, Princen disambut secara ''in-abstentia" dan kursi yang disediakan untuknya dibiarkan kosong. Suatu delegasi juga dikirim ke Menlu C.A. van der Klaauw untuk memprotes penolakan visa pada Princen.

MBM TEMPO EDISI 43/10, 20 Desember 1980 Hal। 12
PERINGATAN 41 TAHUN LPHAM
(1966-2007)

TEMA
“ Mendorong Perluasan Inisiasi dan Kebersamaan Perjuangan Penegakan HAM Indonesia ”

LATAR BELAKANG
Sebagai bagian dari rangkaian perjalanan panjang sejarah penegakan HAM di Indonesia, LPHAM telah memasuki suatu periode waktu yang cukup matang untuk disebut sebagai sebuah lembaga masyarakat yang ikut peduli dalam soal promosi perlindungan dan penegakan HAM. Walaupun begitu usia dan upaya yang dilakukan lembaga dengan segala kelebihan dan kekurangan tetap belum mampu mendorong pencapaian hasil yang maksimal bagi keberhasilan penegakan HAM di tingkat nasional. Itulah sebabnya walaupun kini telah banyak lembaga-lembaga HAM dan demokrasi yang lahir dewasa ini, maka hal tersebut harus tetap tidak bisa dapat dijadikan tolok ukur yang signifikan bagi keberhasilan kerja perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia.

Berulang-ulangnya beberapa peristiwa pelanggaran HAM, kejahatan negara, politic assasination dan menguatnya eskalasi kekerasan serta teror dimasyarakat di seluruh indonesia dalam berbagai skala ditengah mandegnya pertanggung jawaban penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang sudah berlangsung hingga empat periode transisi adalah bukti nyata bahwa perlindungan HAM benar dilakukan negara secara tidak serius dan setengah hati.

Realitas tersebut juga diperkuat oleh melemahnya respon masyarakat baik personal maupun organisasi-organisasi masyarakat sipil yang bergerak dibidang promosi perlindungan dan penegakan HAM untuk secara bersama, koordinatif dan simultan mengkritisi berbagai persoalan HAM yang muncul. Bukan sebuah gerakan yang mirip dengan industrialisasi LSM yang gerakannya terfragmentasi sehingga melupakan subtansi perjuangan yang sesungguhnya. Minimnya ketidakpaduan kerja para aktivis dan Pembela HAM harus segera di akhiri guna memperkuat akselarasi pelaksanaan agenda HAM di Indonesia.

Ditengah terror dan ancaman terhadap kerja pembelaan HAM dan nilai kemanusiaan seperti yang menimpa banyak para aktivis di berbagai daerah termasuk Munir, perjuangan HAM kembali membutuhkan kepeloporan dan banyak energi perlawanan, dan energi itu lagi-lagi membutuhkan keterpaduan tidak hanya LSM tapi juga personal, media dan masyarakat lain। Kepeloporan Poncke untuk berkata tidak untuk menjadi jalan bagi berlangsungnya kekerasan terhadap semua rezim baik di tanah leluhurnya maupun Indonesia untuk menghentikan sebuah budaya kekerasan yang terstruktur tidak bisa dipungkiri harus dijadikan momentum untuk menyegarkan ingatan masyarakat akan arti penting partisipasi dan kepeloporan semua pihak untuk memulai kerja-kerja perlindungan nilai kemanusiaan.

Atas berbagai fakta di atas LPHAM bermaksud untuk membuat mengingatkan kembali akan kerja besar yang sangat urgen perlindungan HAM dalam sebuah refleksi kritis terhadap perlunya memelihara tidak saja konsistensi dan komitmen kerja tapi juga kebersamaan dan sinergitas gerakan antar lapisan masyarakat dalam mendorong perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia dengan mengambil momentum 41 tahun berdirinya LPHAM dalam sebuah rangkaian kegiatan.

TUJUAN DAN TARGET

Tujuan:
Merefleksi perjalanan LPHAM dalam melakukan advokasi HAM pada konteks realitas penegakan HAM Indonesia kini.
Mensosialisasikan pentingnya menciptakan sinergitas gerakan antar masyarakat dalam mendorong perlindungan dan penegakan HAM.
Mensosialisasikan beberapa rangkaian perjalanan advokasi LPHAM kepada publik.

Target:
Terselenggaranya acara peringatan 41 tahun LPHAM
Terkumpulnya foto dan sebagian fund rising
Terwujudnya silaturrahmi antara rekan dan kolega Poncke dengan masyarakat lainnya.


BENTUK KEGIATAN

Diskusi Refleksi Empat Dasawarsa Perjalanan Advokasi LPHAM
· Tema: ”Perjalanan Spritualitas Kemanusiaan H.J.C. Princen dan Fenomena Gerakan HAM Indonesia Kini”
· Tempat/Tanggal Penyelenggaraan: Jakarta, 29 April 2006


Lelang Poster “Tanah Untuk Rakyat” Edisi 1990
· Tema: “H.J.C. Princen: Pejuang Abadi”
· Bahan-bahan Poster berasal dari Poster asli “Tanah Untuk Rakyat” design Yayak Ismayaka yang diterbitkan 9 LSM Jakarta, Bandung Semarang dan Yogya tahun 1990
· Sasaran: Masyarakat luas, pengkoleksi seni dan para aktivis
· Lokasi di Jakarta berbarengan dengan diadakannya Diskusi Refleksi.

Pemberian penghargaan “Poncke Princen Human Rights Prize
· Tujuan: Memperluas dan mendorong sikap untuk mampu mengambil inisiatif menghargai HAM dan nilai-nilai kemanusiaan.
· “Poncke Princen Human Rights Prize” adalah anugerah yang diberikan kepada sebuah lembaga atau orang yang di anggap mempelopori dan memprakarsai berbagai aksi yang melindungi dan menghargai hak asasi manusia dan nilai-nilai luhur martabat manusia baik di tingkat lokal, nasional dan internasional. Untuk pertama kalinya penghargaan ini akan diberikan kepada dua kategori yaitu:
o Prakarsa perlindungan HAM
o Life Time Achievement 2007


WAKTU PELAKSANAAN
Acara akan dilaksanakan di Jakarta, 29 April 2007

Thursday 12 April 2007

In Memoriam Poncke Princen (1925-2002)

KISAH PERJUANGAN HIDUP HAJI JOHANNES CORNELIS PRINCEN।DIAWALI SEBAGAI WARGABELANDA YANG MASUK TENTARA KNIL KEMUDIAN MENYEBERANG KE PIHAK INDONESIA. MENDAPAT BINTANG JASA DARI SOEKARNO.

SAYA lahir di Den Haag, Belanda, pada 1925, sebagai anak nomor satu। Di pojokJalan Van Dijk Straat, di atas satu toko penjual rokok. Saya ingat di jalanitu, waktu saya umur 4 tahun, tinggi curah saljunya sampai di dada.Bapak saya, Arnoldus Petrus Paulus Princen, guru melukis di sekolah. Waktuitu Den Haag satu-satunya kota yang bisa memberi kesempatan orang untukbelajar melukis. Dia pernah ke Indonesia. Ia mau dikatakan seniman yaseniman, karena di samping guru melukis ia suka melukis sendiri juga.Ibu saya, Theresia Maria Anna Princen Van Der Lee, orang biasa, "tapi diasuka protes ini-itu." Ibu juga mencoba menulis buku dan sajak. Tulisannyakecil-kecil tapi rapi. Sajak-sajaknya kemudian, setelah dia meninggal, tidaksengaja selalu ada di laci saya. Dia menulis satu sajak protes, yang kalausaya nilai tidak terlalu punya nilai artistik. Protes terhadap penyeranganItalia pada Albania dan Etiopia oleh Mussolini."Di taman berdiri seorang yang kecil, pendek, dan berotot," tulisnya,menggambarkan. Mussolini kan begitu. "Dunia ini mesti bergetar untuk kekuatanfasis. Rakyat kita mesti menjadi satu kekuatan. Kemudian orang-orang mulaimenyoraki dia, orang yang senang berperang." Sebagai seorang ibu, pada 1935dia juga mengimbau para ibu yang lain, hitam, cokelat, atau putih, "Bersatulahkita semua, karena kita merupakan suatu kekuatan tersendiri, hilangkanfasisme." Dus, orangtua saya adalah orang-orang begituan, sosialis-demokrat,dan menjadi anggota partai sosialis Barat, SDAP (Sociaal DemokratischeArbeiders Partij).Ibu pernah menulis buku yang kemudian disita jaksa agung Belanda dulu.Tentang keadaan sebuah kota kecil, di sana didirikan sebuah pabrik mentegabesar. Para petani - seperti yang sering terjadi juga di Indonesia -- lalulari ke pabrik itu, mengabaikan pekerjaannya sendiri sebagai petani. Akhirnyamereka jatuh ke bawah kekuasaan kapitalis. Buku itu berjudul Reorganisasi.Buku lain yang ditulisnya berjudul Tengkorak. Kemudian diketik oleh adiksaya. Di sampulnya ditulis silsilah keluarga. Waktu reuni, buku ini dibagikanmasing-masing satu eksemplar, supaya semua tahu, ibu kami pernah menulis buku.Anehnya, dalam buku itu tertulis ayah dan kakek saya adalah orang yang pernahmelarikan diri dari tentara. Dan bertahun-tahun dikejar-kejar dan dicari olehpolisi, marsose. Yang persis seperti dia adalah saya -- yang juga suka menulissajak yang diburu dan dikejar-kejar oleh Belan da. Famili saya begitu juga.Jadi, memang aneh.Saya hanya setahun di HBS -- Belanda -- karena saya mau belajar di seminan,atas kemauan sendiri. Setelah diterima, tahun 1939, kemudian saya berangkat,bertepatan harinya dengan saat Jerman menyerang Polandia. Pada 1943 sayatinggalkan seminari itu. Saya kembali ke Den Haag, karena merasa tidak senangdi seminari. Kenapa? Pada suatu ketika dalam kehidupan setiap lelaki adamomentum saat dia menemui atau mengetahui bahwa dia seorang lelaki. Problemsaya sebagai pubertas mulai, yah, saya mengalami kesulitan, kalau akhirnyasaya diharuskan hidup tanpa wanita. Sebagai anak puber, wanita itu sayabayangkan sesuatu yang indah, yang luar biasa.Saya harus melanjutkan pelajaran untuk melanjutkan ujian masuk universitas.Tapi ketika itu negara saya diduduki Jerman, saya sangat anti-Jerman. Sayasangat tertekan. I want to do something. Barangkali itulah yang selalu menjadisikap hidup saya. Bahwa saya tidak mau pasif. Bahwa saya harus turut, sayatidak puas kalau saya tidak bisa melawan Jerman. Permulaan 1944 saya berusahalari ke Inggris untuk turut melawan Jerman. Tapi di tapal batas Belgia sayaditangkap, karena saya sangat tolol. Lebih tolol lagi setelah ditangkap danditanya Jerman, "Kamu mau apa?" Saya menjawab, "Mau lari." Kenapa mau lari?Jawab saya, "Karena saya mau melawan Saudara."Saya ditahan sampai akhir perang. Dimasukkan di penjara-penjara di kampkonsentrasi Jerman yang ada di Belanda. Akhir perang saya dibawa ke Jerman.Tidak tahu untuk apa, mau dimusnahkan atau tidak, pendeknya saya dibawa kesatu penjara di Jerman, sampai kemudian dibebaskan tentara Amerika.Setelah itu saya kembali ke Belanda. Saya melaporkan diri sebagaisukarelawan karena bagian utara Belanda waktu itu masih diduduki Jerman. Enambulan sesudah pembebasan Belanda 1945 itu, saya keluar dari utara dan beberapabulan kemudian, pada 1946, saya dipanggil kembali masuk wajib militer.Setelah masuk itu baru diketahui bahwa kami akan dikirim ke Indonesia. Sayatidak mau. Saya lari ke Prancis. Dari tahun 1946 itu saya di Prancis.Di Prancis saya ketemu dengan orang-orang yang antiperang. Selama di sanasaya berkenalan dengan filsafat eksistensialisme, dari grup penulis,teman-teman saya. Filsafat itu mengajar kita bahwa "nasib hidup kita ini kitabikin sendiri, jangan mau terima saja". Kita membikin diri kita sendiri,membikin sekitar kita sendiri. Sekitar kita ini kan akhirnya mempengaruhi kitakembali. Itu ajaran Sartre.Akhir 1946 saya mendengar ibu saya sakit keras. Saya kembali ke Belanda. Tapidi tapal batas saya ditangkap dan dimasukkan kamp tahanan khusus untuk orangyang tidak mau ke Indonesia. Mereka berjanji, kalau kami mau berangkat keIndonesia, kami tidak akan dihukum. Oleh karena saya mau ketemu orangtua sayadan barangkali sudah ada rencana yang lebih jauh, saya bilang oke, saya mauberangkat.Di Indonesia saya kembali ke pasukan saya di Negeri Belanda dulu. Semuanyatentu heran, "Kok, kamu bisa kembali, kamu kan lari ke Prancis? "Ya," jawabsaya, "saya hanya serdadu, saya kan tidak tahu. Yang saya tahu surat-suratketerangan kami waktu di kapal semua dibuang ke laut."Pasukan saya di Bogor adalah pasukan palang merah. Tetapi mereka tak tahusaya mau diapakan. Lalu kapten saya bilang, "Yah, kamu belajar saja jadisopir." Saya pun belajar jadi sopir. Tentu saja kemudian lebih banyak melihatwanita daripada belajar. Karena tidak diberi tugas yang terlalu khusus, sayajuga belajar bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Jengkel, saya di sini tapitidak bisa ngomong dengan orang. Mungkin karena otak masih encer, saya bisacepat bergaul dengan orang.Pada 1947, saya masih turut dengan gerakan militer pertama. Saya bagianBogor-Sukabumi. Di Sukabumi saya berkenalan dengan Aoh K. Hamidjaya, saudaraRamadhan K.H. Saya lupa bagaimana asal mulanya -- mungkin melalui majalah GemaSuasana -- saya mendapat nama seperti Aoh dan Chairil Anwar. Aoh kan orangreligius, religius dalam hati, bukan orang yang sembahyang lima waktu, tapidia orang yang percaya pada Tuhan dan, ya, orang yang berpikir dan menulissajak. Saya yang mencari Aoh dan kami bisa ketemu. Saya diterima di rumahnyadan dia tidak terlalu takut. Biasanya kan republikan takut menerima militerBelanda di rumahnya. Kami berbicara mengenai Sartre. Kami cerita tentangpenulis-penulis Belanda yang pernah dia baca. Jadi, sangat menawan, saya bisamengerti. Problem Indonesia juga saya bicarakan.Di Sukabumi saya dibawa ke pengadilan militer. Pada Oktober-November 1947saya diadili dengan dakwaan melarikan diri ke Prancis. Akhirnya saya dihukumkarena itu. Saya dipenjara 4 bulan di Cipinang. Dalam 4 bulan itu saya menulisbuku harian.Keluar dari penjara, saya dipindahkan ke Purwakarta. Di Purwakarta, entahkarena si Aoh, saya berkenalan dengan grup Dodom Prawiramihardja. Sayamendapat kesempatan untuk pergi ke mana-mana. Pulang-balik Cirebon-Jakarta.Kepergian saya ke Jakarta karena kapten saya itu membutuhkan penerjemah dankebetulan saya bisa bahasa Indonesia. Jadi, saya sering diberi kebebasan pergike sana-kemari. Komandan saya kapten itu juga sudah mengerti, "Aaaah, anak itujangan terlalu banyak didisiplin, karena kalau banyak dipake disiplin makinsusah dia," katanya. Dia pikir orang seperti saya perlu kebebasan.Jadi, asal bebas. Dia menghubungkan kebebasan itu dengan seks. Padahal,kebebasan itu saya pakai untuk bertemu dengan grup di sekitar Chairil Anwar diSenen. Kami banyak minum kopi dan saya banyak belajar kenal dengan senimanSenen: Bahrum Rangkuti, Balfas, si Chairil dan Asrul Sani dan sebagainya. Sayajuga belajar kenal dengan Dolf Verspoor, seorang yang menerjemahkansajak-sajak Chairil ke dalam bahasa Belanda. Ia seorang penerjemah yang baik.MENYEBERANG Kami sering bicara mengenai eksistensialisme dan sajak-sajak.Saya bilang kepada salah satu dari mereka, "Kenapa kamu hanya menulissajak-sajak. Bukan sajak itu tidak bagus, Krawang Bekasi, misalnya, tapimengapa kamu tak berbuat. Kamu sendiri bagaimana? Saya pikir kalau kebenaranada di pihakmu, saya akan memilih." Itu kejadian tahun 1948. Proses ituberjalan terus sampai Agustus. Pada September 1948, saya sudah tidak tahanlagi menanggung konflik kejiwaan, dan mengambil keputusan lebih baik sayapergi "menyeberang".Saya ingat ketika itu sudah banyak teman saya yang lari, "menyeberang". Itumemberikan pengaruh besar dalam diri saya. Saya sendiri lari pada bulanSeptember. Mula-mula ke Semarang. Saya bangga bahwa saya disertir. Lalu sayake Yogya. Di Yogya saya ditahan. Saya dipenjara sampai Yogya diserang 18Desember 1948. Karena saudara ipar Kemal Idris juga ditahan satu sel dengansaya, Kemal Idris suatu hari datang menemui adiknya, yaitu Bambang Singgih --Sekjen Murba dan seorang murid Tan Malaka.Waktu itulah saya berkenalan dengan Kemal Idris. Saya dibawa ke rumah KemalIdris. Pada waktu itu dia sudah menjadi komandan batalyon. Di tengah Yogyayang lagi tembak-menembak itu, Kemal Idris bilang, "Ini orang-orang you(Belanda) sudah datang. Kalau mau kembali, silakan." Tapi saya bilang, "kalausaya sudah bilang A, akan terus A."Kemal bilang, "Oke, kalau begitu you mesti ikut ke Jawa Barat. Saya tidaktahu kalau mereka mau jalan kaki, long march, ke Jawa Barat. Ada sekitar 2.000orang yang ikut, termasuk istri, anak-anak. Saya pikir ini gila-gilaan,tentara apaan ini bawa istri, bawa macam-macam. Tapi okelah. Hari ke-dua,sepatu saya sudah tidak bisa dipakai lagi. Saya mesti jalan kaki kembali keJawa Barat dengan kaki telanjang.Di dalam perjalanan, karena saya termasuk yang diserang dan dibom olehBelanda, tidak ada alternatif lain -- dengan sedikit pengetahuan yang adapada diri saya mengenai latihan militer Belanda -- saya ikut mengaturstrategi. Lewat Kali Progo, saya yang bisa berenang lewat lebih dahulu, lalupasang tali supaya yang lain bisa ikut. Jadi, saya cukup cepat bisa populer dikalangan mereka. Terutama cewek, sih, pasti senang.Tiba di Jawa Barat, saya dapat permintaan dari si Taswin untuk pergi dahulumenemui Leimena, untuk melaporkan bahwa Divisi Siliwangi sudah kembali ditempat asli mereka. Dan mohon dikirim obat. (Taswin, dubes di Belanda tahun70-an).Saya dikirim ke Jakarta. Tahu-tahunya, di Jakarta sudah ada orang yangmencari saya. Rupanya, ada orang yang mengkhianati saya. Saya lalu ngumpet,tidur di rumah Tasrif di Cikini. Hampir saja ditangkap di situ oleh polisimiliter Belanda. Kan Tasrif kawin dengan saudaranya Kemal Idris. Tapi,akhirnya, kemudian toh disergap juga oleh Belanda. Kebetulan ada Wice dan Ernadari PMI yang mengurus tahanan TNI. Saya ditolong, agar cepat keluar dari KotaJakarta, karena sudah tidak aman.Kembali ke Sukabumi -- pasukan saya sudah kembali ke Sukabumi -- sayabingung. Sukabumi kan cukup besar. Jadi, saya bersembunyi di kolong tempattidur si Aoh. Aoh yang mencari hubungan kembali dengan TNI. Kemudian melaluidr. Winata, saya kembali ke pasukan yang sudah mengenal saya waktu kembalidari Yogya. Kemudian mulai periode "tidak tahu apa yang harus saya lakukan".Pasukan masih punya kecurigaan kepada saya. Kapten Saptadji, komandan kompi,bilang, "You keliling saja dulu."Saya keliling daerah Sukabumi. Hampir di setiap pasukan yang saya temui, sayaharus cerita dahulu tentang diri saya -- supaya orang percaya kembali pada siBelanda ini. Saya bercerita sampai malam. Dan belum tentu sekali berhasil.Saya putus asa juga.Di situ, saya ikut berjuang sebagai tentara Indonesia. Suatu kali sayamenyerbu pabrik tekstil punya Cina di Sawahlega, Cisaat, Sukabumi. Sebelahselatan pabrik itu, ada rel kereta api. Saya bilang, kasih saya tujuh orang.Lalu dengan tujuh orang dan sedikit pakaian hijau-hijau, saya pergi ke sana.Saya pasang strategi, satu orang di sana, satu lagi di sini, sama sekali tidakada ajaran militer. Tiga orang berjaga di luar, yang empat turut saya kedalam.Melihat Belanda yang datang, mereka tidak terlalu curiga. Saya bilang, sayamau inspeksi senjata. Saya suruh mereka berkumpul. Kira-kira ada 30 orangpenjaga. Senjata mereka bagus, merk Mausser. Setelah mereka berdiri, sayabilang, "Ini pasukan TNI, angkat tangan semua. Taroh senjata di kaki."Semuanya mau, kecuali satu orang. Saya bilang, "Saudara jangan main gila!"Semua senjata jatuh ke tangan kami. Di muka, ada truk yang berisi tekstil.Saya bawa juga itu semua ke Gunung Gede. Setelah konflik bersenjata pertamakali itu, baru mereka percaya kepada saya. Tapi kemudian timbul problemnya,tentu oleh karena saya di daerah mereka, mereka menuntut sebagian senjata.Saya kasih sebagian, saya bawa sebagian.Pasukan gembira sekali. Malam itu juga, kami mengadakan serangan kedua, keSelabintana. Karena Selabintana mau diserang, kami harus pasang ranjau.Takutnya setengah mati, khawatir kalau meledak. Itu untuk pertama kalinya sayakontak langsung dengan Belanda. Tapi maaf saja ini, TNI waktu itu baruditembak setengah jam, sudah pada lari semua, ha ha ha ha. Saya sendirian disitu. Ide saya sebenarnya, kalau sudah kontak, harus tembak dari dekat, jangantembak dari jarak 200-300 meter, nggak bakal kena. Saya rasa mereka tahu, tapibegitulah, mereka masih hijau. Harus dilatih bagaimana cara mendekati musuh.Kalau nembak dari pinggir jalan, harus dalam jarak 5-10 meter supaya bisamelihat musuh.Beberapa bulan setelah merebut senjata pabrik tekstil, kami merampas lagi 30senjata di sebuah kantor polisi di Sukaraja. Belanda marah sekali.Tahun 1949 itu, karena saya berkali-kali turut gerilya, saya makin lama makindikenal orang. Katakanlah, saya agak sukses. Saya anggap masa yang palingindah dalam hidup saya adalah waktu gerilya itu. Saya masuk pasukan KalaHitam, menjadi komandan Pasukan Istimewa C I, Batalion II, Brigade XII DivisiSiliwangi. Tapi perjuangan yang sebenarnya adalah yang sekarang, bukan masalalu.Kemudian, entah sebagai tanda terima kasih, saya diberi bintang gerilya.(TANDA JASA PAHLAWAN J.C. PRINCEN LETNAN II, KOMANDAN ISTIMEWA DIVISI VSILIWANGI ATAS JASA PERJUANGAN GERILYA MEMBELA KEMERDEKAAN NEGARA. JOGYA, 5OKTOBER 1949 SOEKARNO). Satu dari tujuh orang pertama yang mendapat bintanggerilya, adalah saya. Yang lain antara lain: Ibu Erna Djayadiningrat dan dr.Winata.Tentu, bintang itu sangat membantu saya. Sampai hari ini juga sangatmembantu. Dalam situasi seperti sekarang ini, tentu kita harus mempunyaisurat-surat yang cukup kuat. Saya kira semua ini tiket. Tiket ini masih laku.Setelah penyerahan kedaulatan 29 Desember 1949, TNI masuk ke kota-kota besar.Saya tidak bisa ikut, karena dicari-cari oleh Belanda. Ada pernyataan: Princenharus ditangkap, hidup atau mati. Komandan saya -- waktu saya lari --diinterviu oleh seorang wartawan Belanda. Wartawan Belanda seringkalimenganggap bahwa saya dulu lari karena ada macam-macam di pasukan. Anehnya,bekas komandan itu malah membela saya, padahal anak buahnya ini "nyeberang".Kami memang ke mana-mana berdua. Malam-malam kami suka bangun, bicaramengenai Plato, mengenai filsafat dan sajak. "Princen memang orang aneh,"katanya.Akhirnya Kemal Idris dan Taswin mengadakan pembicaraan dengan seorang oversteBelanda. Mereka bilang bahwa pada pertempuran terakhir, 9 Agustus 1949,Princen sudah gugur. Tetapi Belanda tidak percaya. Terpaksa saya tetap tinggaldi Cianjur Selatan. Di sana, saya punya gubuk dan banyak membaca.Lalu dengan jip, saya berangkat ke Jakarta dan tinggal di salah satu mess diKramat. Saya diangkat menjadi pelatih Brigade 23 di Jakarta. Itu sebabnya,banyak juga perintah komando berasal dari saya. Umpamanya "senjata di pundak".Itu hasil terjemahan, karena mula-mula kan latihan pakai bahasa Inggris.Pada suatu hari di bulan Januari, kami mendapat telegram bahwa staf DivisiSiliwangi telah diduduki pasukan KNIL dan lain-lain yang tidak diketahui darimana. Saya masih menghadiri satu rapat dengan Simatupang, Jahya, Kemal Idris,dan Taswin. Saya menawarkan diri meninjau situasi di Bandung. Saya diberikendaraan dan beberapa pengawal. Saya berangkat ke jurusan Cianjur. Kamimendengar bahwa pasukan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), di bawah pimpinanWesterling, sudah meninggalkan Bandung dan menuju ke utara. Westerlingmenawarkan untuk membela kedaulatan negara bagian Pasundan. Dia punya alasanyuridis, bahwa kita belum negara kesatuan -- masih RIS --- di mana Pasundanadalah salah satu negara.Batalyon TNI yang ada di Cianjur akhirnya berhasil menangkap beberapapelarian Belanda dan membawa mereka ke Sukanegara untuk diperiksa. Daripemeriksaan Van der Meulen, dia memberi alamat orang-orang Belanda danIndonesia yang terlibat komplotan untuk menangkap anggota kabinet, menteripertahanan, Sri Sultan, dan Soekarno-Hatta. Kemudian Hamid Gruno, saya,beberapa orang brimob, dan pasukan Kala Hitam mengadakan penggerebekan danmenangkap mereka.Kami dapat info dari intel bahwa Westerling ada di dermaga Priok. Lalu saya,Gruno, Alibasyah dan Bronto Susilo mengejar ke sana. Tapi orangnya sudahkabur, katanya, dibawa oleh kapal Belanda ke Singapura. Figur Westerlingmemang momok sangat ditakuti. Ketika mengamankan situasi di Sulawesi Selatan,dia kejam, menembak orang sendiri sampai ribuan. Tapi saya tidak takut, karenasaya anggap itu kewajiban. Kalau mau duel-duel, kalau mau nembak, ya, nembak.Kami berpikir dia akan menyerah.TERJUN KE POLITIK Tahun 1953, saya kerja di Imigrasi. Saya diangkat sebagaiKepala Bagian Screening untuk semua bekas militer yang di Indonesia. Orangasing yang bekas militer harus melalui kantor saya. Waktu saya di Imigrasi,saya baru dengar mengenai pemilihan umum dan grup minoritas Belanda punyacalon juga. Dalam keributan tentang anggota konstituante, Nasutionberpendapat bahwa dari grup ini orang yang turut perjuangan harus juga menjadianggota DPR. Saya dicalonkan, didukung oleh IPKI (Ikatan Pendukung KemerdekaanIndonesia). Ya, itu yang membawa saya ke arena politik.Tahun 1955, saya dicalonkan. Tahun 1956, saya diangkat menjadi anggota DPR,dan kemudian tahun itu juga saya jatuh sakit. Tubuh saya lumpuh sebelah kanan,serangan penyakit yang pertama. Saya memang diserang penyakit itu beberapakali, penyakit yang hampir sama dengan polio.Saya jelekjelek begini bekas anggota DPR. Dapat pensiun, tidak begitubanyak, tapi lumayan. Saya anggota DPR dari IPKI, saya supra-nasional. Waktuitu, Ketua IPKI adalah Ratu Aminah Hidayat. Saya dari partainya Nasutiondalam kabinetnya Ali Sastroamidjojo. Bersama Lukas Kustaryo Daeng,bekas-bekas komandan batalyon semua. Kita hanya lima orang di parlemen. IPKIwaktu Pemilu 1955, hanya mendapat empat kursi. Dan melalui saya dapat tambahansatu kursi.Waktu itu, DPR masih terbuka. Tentu, sebagai anggota DPR, saya mengambilsikap turut membela persoalan daerah. Dan, karena itu, ditangkap. Sayamenanyakan "Berapa duit yang disediakan untuk Intelijen?" Kolonel Sukendro(Kepala Intel KSAD) marah, dia menangkap saya. Nasution masih baik dengansaya, membebaskan saya kembali. Kemudian waktu saya menanyakan sesuatu yangtidak enak pada pemerintah, "Mengapa ada satu kapal perang yangditenggelamkan?" Saya ditangkap dan ditahan sampai 1,5 tahun. You pay theprice.Waktu ditahan direcall? He, tidak. Pada waktu itu, IPKI membela. Itu harussaya akui, saya tidak pernah ditinggalkan oleh partai saya, meskipun kitakecil. IPKI tidak pernah mengkhianati saya atau membiarkan saya. Merekadatang menengok saya di penjara.Saya ditahan tahun 1957 sampai 1958. Setelah keluar, diambil lagi, dan keluarsetahun kemudian. Lalu pada 1960 saya turut mendirikan Liga Demokrasi, waktuparlemen dibubarkan. Ini political betul-betul. Liga merupakan gabunganpartai-partai yang waktu itu -- Masyumi, PSI, Partai Buruh, IPKI, Parkindo,Partai Katolik -- tidak setuju dengan pembubaran parlemen oleh Soekarnolewat dekrit 5 Juli.Krisisnya adalah mengenai anggaran belanja negara. Pada waktu itu tentaramasih memerlukan anggaran yang cukup besar untuk memelihara keseimbangankarena Soekarno mendasarkan diri pada kekuatan partai komunis dan PNI. Jadi,komunis di dalam parlemen berusaha memberikan suatu anggaran yang kecil.Partai yang lain berusaha mendukung tentara, dengan memperjuangkan yangdibutuhkan mereka. Fraksi IPKI, Masyumi, PSI, Parkindo, di pihak sini,sedangkan sebagian PNI "merah" dan PKI di pihak sana.Pembubaran parlemen itu kan sebenarnya tidak menghargai prinsip demokrasi.Kalau tidak salah ingat, di dalam parlemen, walaupun IPKI dalam konstituantesetuju dengan pembubaran parlemen, saya protes. Karena saya anggap ituserangan terhadap demokrasi.Reaksi partai-partai politik seperti IPKI, Masyumi, PSI, Parkindo, adalahbersatu dalam liga demokrasi. Tokoh-tokohnya antara lain: dari Partai Kristen,Tambunan; Katolik, Pak Kasimo; Masyumi, Prawoto; NU, Imron Rosyadi; PSI,Subagio dan Soedjatmoko; IPKI, saya dan Soegirman. Ini yang masih saya ingat.Kami mengeluarkan pernyataan-pernyataaan dan memuat pernyataan puluhan ribuorang, rapat umum di mana-mana. Puncaknya waktu Soekarno ada di Tokyo,situasi begitu genting. Begitu besar sampai Soekarno bertanya bisa pulangnggak ke Indonesia.Kalau ada yang menuduh grup ini terlalu kanan, saya anggap tidak benar.Karena dari konstelasi itu saya lihat, kami tidak setuju dengan pembubaranparlemen dan penambahan jumlah anggota PKI di parlemen yang hanya ditunjukoleh Soekarno. Tapi kami sudah dituduh sebagai reaksioner, yang inginmenghambat berputarnya roda revolusi. Jadi, liga hanya gejala sementara didalam rangka menentang, atau tidak setuju, Bung Karno. Akhirnya, memang,tujuan tidak tercapai. Kami dilarang dan beberapa orang di antara tokoh-tokohliga dimasukkan dalam penjara.Saya ditangkap tahun 1962 bersama dengan Imron dan Mutaqien, yang pernahmenjabat sebagai anggota DPR terakhir, karena menentang Soekarno. Kamiditahan sampai 1966. Setelah saya bebas, sudah didirikan Lembaga PembelaHak-Hak Asasi Manusia. Kemudian, setelah peristiwa Malari, saya ditangkaplagi.EMPAT ISTRI "Saya arogan. Saya tidak punya kesulitan menarik perempuan. Notreally playboy, karena saya cepat jatuh cinta. Kalau playboy kan ada semacamkesengajaan, peduli amat, pokoknya gue udah makan, buang lagi. Sedangkan sayabisa tidak terlalu gampang melepaskan diri dari wanita. Tapi juga tidakterlalu sulit untuk mendapatkan.Waktu bergerilya, saya masuk Islam, karena kawin dengan Ibu Odah. Dia istripertama saya. Odah ditembak mati oleh Belanda. Setelah itu saya menikah lagidengan orang Sukabumi, Edah Zubaedah. Sekarang masih hidup di Sukabumi.Kemudian yang ketiga Janneke, istri yang dari Belanda itu. Keempat Mulyati,yang biasa dipanggil Kenny.Odah ini kawan di waktu gerilya. Masih selalu terbayang dalam ingatan sayaketika ia ditembak oleh Belanda. Pada 9 Agustus 1949, sebelum gencatansenjata, kami merundingkan yang akan kami lakukan pada hari terakhir diKampung Cibitung, daerah Cianjur Selatan. Saya berunding dengan teman saya.Masing-masing pegang satu peleton. Ada 80 sampai 100 orang. Pagi-pagi jam 5kami bangun. Kami tidur di rumah kayu. Saya mulai berteriak, "Ayo bangun,bangun!" Begitu saya ucapkan bangun-bangun, ada tembakan dari depan dari arahkebun teh.Semua terkejut dengan berondongan tembakan itu. Saya melompat lagi ke dalamrumah. Saya lihat kiri-kanan tapi tidak melihat istri saya. Saya kira istrisaya sedang mencuci di pancuran. Belakangan dari membaca laporan letnanBelanda yang memimpin pasukan itu, saya tahu bahwa istri saya di dalam rumah.Rupanya, pikiran saya terlalu kacau -- atau mungkin saya terlalu takut --sehingga saya bisa juga melompat dari jendela keluar. Saya berteriak-teriak,"Kumpul-kumpul, ikuti saya, ikuti saya," karena musuh sudah menyerang kami.Rupanya, menurut cerita, istri saya duduk di kursi memegang senjata"Thompson", dan dia menembaki tentara Belanda itu. Si serdadu balas menembak.Yang saya lihat kemudian dia bukan hanya ditembak di kepala, tapi di seluruhbadan. Saya masih berusaha mengejar mereka, saya keliling, tapi mereka sudahlari ke jalan besar. Dalam serangan itu bukan hanya istri saya yang hilang,juga 14 orang yang lain mati. Kemudian kami kuburkan mereka. Saya lupa apakahsaya menangis atau tidak waktu itu. Yang saya ingat hanya kain yang dia pakai.Waktu itu dia hamil 4-5 bulan. Kami belum lama menikah.Dengan Edah saya relatif happy. Perkawinan saya lebih panjang. Saya ceraidengan Edah pada 1955. Lalu saya kembali cari istri dari bangsa sendiri,Janneke. Saya ketemu pada 1954 di Jakarta dan menikah dengan Janneke pada 1955secara Islam. Dari Janneke saya punya anak empat: Ratna, Iwan, Hamid, danNico.Saya tidak pernah merasa tidak happy dengan istri-istri saya ini. Sulitrasanya mengatakan dengan istri yang mana saya merasa paling bahagia. Karenatipe seperti saya ini memerlukan rumah untuk pulang, memerlukan rumah tangga,juga fungsi sebagai kepala rumah tangga. Jadi, ada semacam ketenangan dalamhidup, meskipun saya sendiri orang yang senang dansa dari dulu, senangpelesir, senang musik.Kalau ditanya lebih senang istri Belanda atau Indonesia, sulit sayamengatakannya. Tidak terlalu beda phyisical experiencenya. Tapi istriIndonesia lebih natural, mereka tahu yang harus dilakukan sebagai istri.Mereka tahu harus kerja apa. Perempuan tidak terlalu macam-macam. Yang baguslagi, mereka mengerti "bagaimana saya akan bahagia kalau kamu tidak bahagia".Yang saya lihat pergaulan secara Timur itu begitu. Happy dalam artian yangsangat umum, bukan hanya di tempat tidur. Misalnya bangun pagi ada yang masaktelur untuk kita, atau dengan pertanyaan telurnya mau direbus atau digoreng.Dengan wanita Belanda, kami bicara satu bahasa sendiri, dan kami punyakenangan yang sama. Kalau saya bicara sesuatu di Negeri Belanda, dia mengerti.Istri kedua saya, Edah, datang dari Bojong Duren. Jadi bagaimana saya bisabercerita tentang mainan di masa kecil, umpamanya. Dengan Janneke, bila sayanyanyikan lagu di masa kecil, ia bisa meneruskannya.Pada 1968, saya dan Janneke sama-sama bilang kami tidak bisa bersama lagi.Marilah kita kembali ke dunia kebebasan, kemerdekaan masing-masing. Karenakawin secara Islam, kembali bercerai secara Islam.Janneke, sudah menikah sebelum menikah dengan saya, kembali ke kedutaanBelanda. Di sana, paspornya dikembalikan. Artinya dia warga negara Belanda.Anak-anak ikut kewarganegaraan ibu. Saya tidak mau berkelahi, tidak ribut.Anak-anak menjadi warga negara Belanda kembali. Pertimbangan saya, kalaukeadaan terus begini, bagaimana saya bisa menyekolahkan anak-anak saya. Kalausekarang anak-anak sampai menjadi orang, itu sebab ada kerja sama danpengertian yang baik di antara kami berdua.Mereka menikmati masa kecil di Indonesia, tapi kini tinggal di Belanda. Kalauberbicara dengan Ratna, terdengar jelas bahasa Indonesianya, tidak ada aksenIndo. Ratna atau Iwan, paling tidak setiap minggu mengirim surat. Kalauliburan, mereka datang ke sini dan kenal baik dengan istri saya yangsekarang, Kenny. Rumah tangga saya betul-betul aneh. Ibu Edah -- istri kedua-- oleh anak-anak juga diakui sebagai ibu.Janneke berangkat ke Belanda pada 1972. Saya dan Kenny kawin pada 1974 didalam penjara -- peristiwa Malari. Jaksa Agung, Ali Said waktu itu, memberikesempatan kami untuk nikah. Dari Kenny saya punya satu anak Wilanda, lahirpada 1979.Itulah chapter wanita, sebagian dari hidup saya. Menjadi istri saya pada masaitu memang sulit, saya rasa semua orang juga sulit. Kecuali kalau kita bisamenikmati suatu zaman dan kita juga eksekutif. Dalam perkawinan ketiga, denganJanneke, saya lebih lama berada di tahanan daripada di rumah. Jadi diasebenarnya tidak pernah menikmati suatu hidup yang normal. Maka dari itu sayatidak bisa mengeluh. Mungkin dia tidak persis mengerti yang saya lakukan,tapi dia tahu saya mengurus sesuatu yang lain daripada yang lain. Bahwa sayabukan tukang cari duit biasa. Dia mengerti. Dan dia juga mengurus saya denganmengirim makanan dan segala macam.Saya tidak merasa menjadi orang asing di sini. Pernah bermimpi ingin kembalike Belanda? Sulit untuk mengekspresikan itu. Sebabnya saya kira sama denganorang Indonesia. Sama dengan orang yang di Bojong Duren. Saya makan roti,kentang, dan nasi. Sejak gerilya saya sudah makan makanan sini. Ya, waktugerilya mau makan apa, ada juga singkong. Kangkung yang digoreng juga senang.MENJADI WNI Pada Konperensi Meja Bundar ada satu pasal yang menentukan bahwamereka yang ikut di pihak Belanda bisa jadi warga negara Belanda melaluipengadilan negeri, dan tidak boleh dituntut. Begitu juga bagi orang Belandayang ikut di pihak Indonesia, mereka bisa menjadi warga negara Indonesia.Saya pakai jalan itu.Sebenarnya, menurut peraturan lama dari republik Yogya, saya juga bisamenjadi WNI karena berjasa pada republik. Kalau mau dihitung, dua jalan itubisa saya tempuh. Saya ambil prosedur yang melapor ke pengadilan, pada 1950.Soal saya menyeberang itu harus jelas. Bahwa di Negeri Belanda, sebelum sayaberangkat, sudah terdapat ribuan orang yang tidak setuju berangkat keIndonesia untuk menjajah. Bahwa saya kebetul an dari grup yang palingekstrem, sampai turut menembak bangsa saya sendiri, tentu itu cerita sayasendiri. Tapi bahwa sekarang sudah ada kelompok anak-anak muda Belanda, yangpikirannya lain, yang menganggap perbuatan Belanda dulu di sini adalah salah,politik yang dulu salah. Dilihat dari segi ini, saya merasa dibenarkan olehsejarah. Bagi saya tentu pembenaran dari pihak Belanda penting buat saya,karena saya datang dari sana, kan? Dulu kan saya dicari, hidup atau mati,dengan hadiah 40 ribu gulden.Ada video yang dibuat oleh salah satu televisi Belanda pada 1984, mengenaimantan KNIL yang menyeberang ke TNI dan yang tidak mau berangkat ke Indonesia.Salah satu dari empat orang yang diwawancarai di Indonesia adalah Princen.Lainnya adalah Piet van Staveren, Yusuf Henk Sterkenburg, dan Lugt. MisalnyaHenk -- kini tinggal di Cibadak dan suka memberi ceramah-ceramah agama Islam-- memberi alasan "penyeberangannya", masuk ke TNI, karena antara lainmelihat kejadian di Bondowoso. "Puluhan orang mati karena penjajahan Belandawaktu itu. Belanda menjatuhkan mayat-mayat dari kereta api. Belandamenghabisi tahanan di jalan sebelum tiba di penjara."Juga anak-anak menjadi korban karena tembakan liar. Karena kenakalan sukamenembak liar, hingga orang tidak bersalah jadi korban. Saya akui, saya waktuitu juga ikut dalam kenakalan itu. Henk juga bercerita bagaimana dulu membantuEnoh Tanubrata (waktu itu Kapolda JaBar) dari kejaran Belanda.Dari alasan yang bermacam-macam itu, menurut saya, ada beberapa jenis sikapyang diambil oleh tentara KNIL itu. Yang pertama yang gila seperti saya ini;ikut berkelahi, ikut menembaki Belanda. Yang kedua yang lari saja. Yang ketigayang baru menyeberang setelah perang selesai. Yang keempat yang tidak lari,tapi membantu orang-orang republiken. Yang kelima, yang bersimpati tapi tidaklari.Dalam konflik hati nurani, kita harus berbuat apa? Saya bilang, "Akibat dariakibat adalah akibat." Satu kali kita jalan, kita tidak bisa berhenti. Makadari itu, saya masih begini, masih gila juga, ya karena itu. Dan kalausekarang saya hidup sederhana adalah akibat. You pay the prices. Mulya Lubis,yang mendirikan biro advokat bersama saya, suka bilang, saya adalah The Manfor All Seasons. Inilah pilihan hidup saya. I'm really living in Indonesia.You tanya beberapa kilometer dari rumah saya, mana rumah Pak Princen, orangjuga pada tahu.MENJADI PEMBELA Yang mula-mula saya kerjakan pada 1976, sesudah Malari, bikin praktek advokatbersama Mulya Lubis, "Lubis and Associates". Setelah di situ ada orang yang menipuMulya -- waktu Mulya di Amerika -- Mulya tanya saya, kamu bagaimana. Saya bilang,saya bisa meneruskan sendiri, saya bikin "Princen and Associates". Saya tidaksekolah di fakultas hukum. Tapi otodidak, belajar sendiri. Soalnya saya dulu bekasanggota DPR. Dulu saya banyak membantu orang tanpa mendapat pembayaran apa-apa.Kemudian Pak Yap Thiam Hien yang mengetahui mengatakan, "Mengapa you tidakselesaikan saja studi minimal untuk pidana, dan kamu juga bisa mendapat imbalan."Saya banyak kenalan, jadi klien saya banyak.Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia juga jalan terus. Jadi, seandainya adahalangan, saya tetap akan buka praktek sendiri membiayai lembaga. Dan sampaisekarang masih berdiri kantor advokat Princen itu, di kantor yang sama denganLPHAMI juga. Sebenarnya tidak boleh, tapi ya kita kan mesti makansedikit-sedikit.Yang pernah ditangani "Princen and Associates" antara lain kasus korupsijaksa-jaksa di Bogor. Mereka menahan ratusan orang sebagai sandera, kalau maukeluar harus bayar sekian. Misalnya sopir nabrak orang sampai mati. Daripolisi diserahkan kepada jaksa. Jaksa tanya pada si sopir, mau ringan atauberat dalam tangan Saudara sendiri. Kita bela orang-orang di dalam tahananitu. Akhirnya hakim-hakim mengadakan sidang maraton untuk memutuskan apakahorang-orang itu masih bisa ditahan atau tidak.Dalam sejarah kejaksaan, itu termasuk peristiwa besar, benar-benar clean updalam tubuh kejaksaan sesudah itu. Saya tidak mau membanggakan, tapisebenarnya "Princen and Associates" pendukung KUHAP. Justru karena soal-soalsemacam itu akhirnya KUHAP muncul.Waktu itu surat kabar masih lebih berani, lebih bebas bicara. Suatu konflik-- kalau tidak digambarkan siapa yang terlibat konflik itu -- bukan konflik.Sekarang itu dihilangkan. Misalnya sekarang, ada dua pengacara yang menuduhsatu jaksa melakukan korupsi, tapi nama-nama pengacara itu tidak saya ketahui.Dulu tidak.MASUK ISLAM Soal masuk Islam, sebenarnya kalau mau dihitung, pada perkawinanyang pertama saya sudah mengucapkan kalimat syahadat. Jadi berarti saya sudahmenjadi Islam. Tapi untuk prosedur yang lebih lengkap, yaitu disunat dan lebihserius mempelajari agama, baru pada 1952.Dari sajak-sajak saya mengenai ketuhanan, keabadian, sudah pasti bahwa kalausaya dikatakan Islam KTP, ya, nggak benar. Kedua, saya orang yang membelaorang Islam dalam proses-proses Islam. Kalau kamu berani mengaku orang Islam,paling sedikit kamu berbuat itu, membela agama dan umat Islam lainnya padawaktu yang sulit. Kalau sekali-sekali saya dansa, minum segelas bir, hal itutidak berarti mengurangi kesungguhan saya.Tapi saya mengerti kalau mau jadi umat yang betul, memang harus sembahyang.Karena sembahyang lima kali sehari itu mengingatkan kita pada Tuhan. Sayabisa mengerti itu. Tapi saya sekarang ini tidak melakukan itu, karena tangansaya ini, saya tidak terlalu lincah. Dan kalau saya mati, saya ingin dikubursebagai Islam. Saya tidak mau berbeda dengan yang lain, biar Islam yangfanatik atau Islam KTP. Saya tidak mau dikatakan saya bukan orang Islam. Sayajuga tidak malu bahwa saya percaya kepada Tuhan. Karena tentu dalampembicaraan saya dengan orang-orang negeri asal saya, sewaktu-waktu sayaditertawakan, dianggap kuno, karena masih percaya pada Tuhan. Saya kirapercaya pada Tuhan tidak bertentangan dengan rasionalitas sama sekali.Tadi pagi, misalnya, kebetulan saya berbincang dengan adik saya tentangagama. Tentang adakah kehidupan sesudah mati, umpamanya. Bagi saya, tidakpenting apakah ada atau tidak ada. Karena saya rasa Gozali betul, yang palingbersih agama itu adalah kalau kita bisa melepaskan diri dari ide bahwa "mestiada pahala atau anugerah kalau kita hidup baik, dan mesti ada hukuman setelahhidup yang tidak baik". Karena bagian itu, menurut saya, terlalu simpel. Kalaukebaikan itu suatu keharusan itu logis. Saya percaya pada logika itu. Sayapercaya kita diciptakan Si Pencipta. Kita juga akan kembali ke alam SiPencipta. Apakah saya kembali menjadi tanah, atau menjadi partikel yang akanterbang di kamar ini. Saya melihat itu keabadian. Pikiran-pikiran kita jugatidak akan hilang. Apa yang kita ajarkan kepada orang lain juga tidak akanhilang.Saya naik haji dengan kelompok Pak Djuanda. Ceritanya lucu dan sangatsederhana. Waktu saya bekerja di Imigrasi, tiba-tiba satu kapal haji --Tampomas --- terbakar di pelabuhan. Jadi, ada beberapa calon haji yangtertinggal, dan itu harus cepat-cepat diantar ke Tanah Suci karena tergantungwaktu (musim haji). Disewa kapal (terbang) Flying Tigers dari Taiwan. Sayamembantu mencarikan pilot. Tapi karena saya tentara, tidak bisa diberiapa-apa. Lalu Abudjani bertanya pada saya, "You mau apa?" Saya orang Islam,saya turut ke Tanah Suci.Saya diminta mengucapkan kalimat syahadat di lapangan terbang. Saya bilang,"Saya orang bule. Untuk orang bule, hubungan saya dengan Tuhan bukan urusanorang lain." Saya kemudian dibawa ke delegasi RI, saya diminta untuk ikut keAmirulhaj, waktu itu Faisal (yang kemudian menjadi raja). Faisal orangterdidik, bisa bahasa Inggris, Prancis, dia tanya kesulitannya apa. Karena diatanya dengan sopan, ya, saya mengucapkan syahadat. Setelah mengucapkan itu,dia memberi saya pass istimewa. Tidak perlu bayar penuh tarif haji. Misalnyapergi dari Jedah ke Mekah, saya hanya bayar 2,5 rial. Padahal, kalau tidaksalah, tarifnya 16 rial. Melihat pass itu, laskar-laskar pada kasih hormat.LEMBAGA PEMBELA HAK-HAK ASASI MANUSIA Kami mendirikan LPHAM karena waktu itu kami terlalu ditekan. Karena hak-hak asasimanusia di zaman Soekarno begitu ditekan. Kami mengalaminya. Dia menahan danmenangkap oposisi, dengan tuduhan sebagai pemberontak yang berkomplot untukmembunuh dia. Dia hakim terakhir, berhak ikut campur dalam memutus perkara dipengadilan. Dia membentuk sendiri suatu parlemen tanpa pemilihan umum, diamenggunakan dana pemerintah tanpa disetujui parlemen. Dia ikut campur di bidangyudikatif, legislatif, padahal dia sendiri yang bertanggung jawab kepada MPR. Danjuga tidak memungkinkan menulis secara bebas -- walaupun pada kenyataannyafreedom of the press pada waktu itu lebih besar daripada sekarang ini.Soekarno juga yang memplokamasikan pembubaran parlemen, pembubarankonstituante. Konstituante dipilih oleh rakyat untuk membuat undang-undangyang baru, akhirnya macet dan dia bubarkan. Membubarkan parlemen itu sendiribisa dinamakan pelanggaran besar hak-hak asasi, karena akhirnya Soekarnomengisi partai yang ia sukai dengan orang-orang yang dia sukai.LPHAMI ini didirikan 29 April 1966 oleh antara lain Aisjah Amini, AnwarHarjono, Djamaluddin Dt. Singo Mangkuto, Harjono Tjitrosoebono, dan HadelyHasibuan. Baru-baru ini Hadely menulis di sebuah majalah wanita. Dia bilang,"Princen dan Yap Thiam Hien jadi terkenal, tapi saya bagaimana?"Saya tetap menganggap dia sebagai salah satu orang pertama di LPHAMI. Tapiperanan Hadely dihilangkan oleh sejarah. Hadely waktu itu advokat yangmengatakan bahwa dia sanggup menggantikan Soekarno kalau ada orang yangsanggup membereskan ekonomi. Kemudian pada waktu perjuangan 1966, dia menjadiAbunawas.Dia sebenarnya semacam Nabi Isa. Pagi-pagi orang mengatakan "Hidup Kristus",sore harinya orang bilang "Salibkan Dia, salibkan Dia", karena dia pada waktuitu dituduh menjadi komunis, karena dia pernah menerima fungsi di salah satuperguruan tinggi yang didirikan Aidit, "Universitas Rakyat". Hal itu tidakbenar. Pertama saya tahu dia bukan komunis, kedua kita punya bukti bahwa itutidak benar. Karena dia pernah menulis surat sendiri pada Aidit bahwa diatidak mau menerima tawaran mengurus Universitas Rakyat itu.Waktu itu saya baru dua atau tiga hari dibebaskan dari penjara, sayamenghadap militer. Saya masih ingat istri saya kebingungan, "Lu gila, kamubaru dibebasin udah mau lagi ikut campur urusan orang." Tapi saya bilang,"Karena ini tidak benar. Tidak mungkin sama sekali bahwa si Hadely komunis."Kemudian kita usahakan dia bisa keluar.Lalu dalam rapat LPHAMI yang kemudian, saya dipanggil. Hadely Hasibuanbilang, "Menurut saya, Princen harus jadi anggota kita. Karena dia luar biasa.Baru keluar dari penjara, dia sudah memperjuangkan orang lain."Pelanggaran hak asasi mana yang paling sering dilakukan? Kalau kita masukkanpada political rights, bahwa man must be equal before the law bahwa manusiasemua sama di muka hukum -- itu kita melihat masih banyak pelanggaran. Maka,tugas LPHAMI yang pertama berhubungan dengan mencegah pelanggaran ituterjadi.Saya beri contoh yang dilakukan LPHAMI pada tengah pertama tahun 1989. Pada 6April kami mengirim surat kepada media massa, tentang tidak dimuatnyaberita-berita penting. Pada 11 April, kepada Kapolri kami mohon perhatian atasmeninggalnya sopir taksi dan pihak petugas keamanan tak berbuat apa-apa. Pada15 April, kepada Poltabes Bandung, kami minta perhatian atas penahanan 6 orangmahasiswa. Pada 30 Mei, kepada Kanwil Departemen P & K Sumatera Utara, kamiminta perhatian atas larangan pertunjukan Teater Koma dari Jakarta.Kini saya dilarang keluar dari Indonesia sejak 1984. Kasusnya? I don't know.Saya tidak ikut Petisi 50, tapi saya dianggap sama dengan mereka.
MBM TEMPO EDISI 19/20, 7 JULI 1990 HAL. 51

About Us

LPHAM yang didirikan oleh H. J. C. Princen dan Yap Thiam Hien pada 13 April 1966 sebenarnya dipersiapkan untuk menghadang upaya sporadik pemerintah orde baru yang melakukan pembunuhan, penangkapan dan tindakan kejahatan HAM lainnya terhadap simpatisan anggota PKI dan mereka yang dituduh PKI. Salah satu dari kerja besar LPHAM dalam mengkoreksi tindakan merendahkan manusia itu antara lain desakan untuk menghentikan pembunuhan massal di Purwodadi, Jawa Tengah yang di instruksikan Presiden Soeharto, M. Panggabean dan Surono tahun 1968. Walaupun protes ini berujung pada penangkapan, Direktur LPHAM, Princen, oleh Kopkamtib dengan tuduhan komunis, namun aksi pembantaian tersebut dihentikan.

Di tahun yang sama LPHAM bersama Goenawan Muhammad, seorang wartawan menginvestigasi dan membuat laporan tentang pelanggaran HAM di Pulau Buru. Laporan tersebut akhirnya menjadi bahan tulisan Amnesty Internasional. Selanjutnya untuk menangani para korban PKI yang mengalami trauma kejiwaannya, di tahun 1967, LPHAM menggagas berdirinya P3HB (Panitia Pusat Pemulihan Hidup Baru) yang dikelola Yap Thiam Hien.
Sempat berganti 2 hingga 3 kali pengurus, lembaga yang membidani lahirnya YLBHI (1970), INFIGHT (Indonesian Front for Defence of Human Rights, 1990), KontraS (1998) dan beberapa lembaga advokasi lain, akhirnya dibadanhukumkan sekitar tahun 1988 seiring dengan keinginan pemerintah mengendalikan LSM dengan mengeluarkan UU Ormas 1985.

Dalam perjalanan aktifitasnya, LPHAM merespon dan hampir terlibat seluruh isu dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Dalam kasus Timor Timur ditahun 1990, advokasi LPHAM membawa Princen untuk menjadi tamu kehormatan Presiden Portugal Mario Soares dengan topik pembicaraan seputar 7 orang pemuda Tim-tim yang mencari suaka dan masa depan Timor Timur. LPHAM juga melobi Y.P. Pronk, Ketua IGGI untuk menghentikan hutang luar negeri yang cenderung disalahgunakan pemerintahan Soeharto. Tak terelakan lagi, LPHAM tumbuh menjadi organisasi yang merekam hampir seluruh kejahatan kemanusiaan rezim orde baru. Dari kasus tanah (1987-1996), buruh (1989-1990-an) hingga penangkapan mahasiswa (1988). Dari kasus Papua (1975), Timtim (1975), Aceh (1989) hingga mendampingi para korban Peristiwa Priok yang di adili (1984-1986).

Namun seiring dengan manajemen organisasi yang masih tradisional dan menurunnya stamina dan kesehatan Princen. Organisasi ini mulai mengambil porsi aktifitas yang sesuai dengan kapasitas kerja organisasi yang sangat ditentukan oleh mobilitas seorang Princen. Dan aktifitas organisasi ini benar-benar terhenti ketika kematian menjemput mantan disertir KNIL ini 22 Februari 2004 lalu.

Walau LPHAM telah kehilangan figur sentralnya, kini revitalisasi lembaga malah sedang dilakukan antara lain dengan meredefinisi LPHAM sebagai lembaga yang sejak awal turut mempromosikan penghormatan, perlindungan dan penegakan HAM dengan merefleksi kebersamaan dalam memperjuangkan HAM, demokrasi dan civil society dengan seluruh komunitas masyarakat lainnya. Sejak 2003, LPHAM di pimpin oleh Ahmad Hambali seorang aktivis muda yang sebelumnya aktif di KontraS (1999-2003).

LPHAM tetap berpendirian bahwa sebuah bangsa harus mengerahkan seluruh potensi dan energinya untuk mendorong tumbuhnya sebuah system politik sipil yang bersih, adil dan menolak kekerasan baik dalam bentuk struktur kultural maupun subtansi praktikal yang tercermin antara lain pada militerisme.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/LPHAM"