Thursday 12 April 2007

In Memoriam Poncke Princen (1925-2002)

KISAH PERJUANGAN HIDUP HAJI JOHANNES CORNELIS PRINCEN।DIAWALI SEBAGAI WARGABELANDA YANG MASUK TENTARA KNIL KEMUDIAN MENYEBERANG KE PIHAK INDONESIA. MENDAPAT BINTANG JASA DARI SOEKARNO.

SAYA lahir di Den Haag, Belanda, pada 1925, sebagai anak nomor satu। Di pojokJalan Van Dijk Straat, di atas satu toko penjual rokok. Saya ingat di jalanitu, waktu saya umur 4 tahun, tinggi curah saljunya sampai di dada.Bapak saya, Arnoldus Petrus Paulus Princen, guru melukis di sekolah. Waktuitu Den Haag satu-satunya kota yang bisa memberi kesempatan orang untukbelajar melukis. Dia pernah ke Indonesia. Ia mau dikatakan seniman yaseniman, karena di samping guru melukis ia suka melukis sendiri juga.Ibu saya, Theresia Maria Anna Princen Van Der Lee, orang biasa, "tapi diasuka protes ini-itu." Ibu juga mencoba menulis buku dan sajak. Tulisannyakecil-kecil tapi rapi. Sajak-sajaknya kemudian, setelah dia meninggal, tidaksengaja selalu ada di laci saya. Dia menulis satu sajak protes, yang kalausaya nilai tidak terlalu punya nilai artistik. Protes terhadap penyeranganItalia pada Albania dan Etiopia oleh Mussolini."Di taman berdiri seorang yang kecil, pendek, dan berotot," tulisnya,menggambarkan. Mussolini kan begitu. "Dunia ini mesti bergetar untuk kekuatanfasis. Rakyat kita mesti menjadi satu kekuatan. Kemudian orang-orang mulaimenyoraki dia, orang yang senang berperang." Sebagai seorang ibu, pada 1935dia juga mengimbau para ibu yang lain, hitam, cokelat, atau putih, "Bersatulahkita semua, karena kita merupakan suatu kekuatan tersendiri, hilangkanfasisme." Dus, orangtua saya adalah orang-orang begituan, sosialis-demokrat,dan menjadi anggota partai sosialis Barat, SDAP (Sociaal DemokratischeArbeiders Partij).Ibu pernah menulis buku yang kemudian disita jaksa agung Belanda dulu.Tentang keadaan sebuah kota kecil, di sana didirikan sebuah pabrik mentegabesar. Para petani - seperti yang sering terjadi juga di Indonesia -- lalulari ke pabrik itu, mengabaikan pekerjaannya sendiri sebagai petani. Akhirnyamereka jatuh ke bawah kekuasaan kapitalis. Buku itu berjudul Reorganisasi.Buku lain yang ditulisnya berjudul Tengkorak. Kemudian diketik oleh adiksaya. Di sampulnya ditulis silsilah keluarga. Waktu reuni, buku ini dibagikanmasing-masing satu eksemplar, supaya semua tahu, ibu kami pernah menulis buku.Anehnya, dalam buku itu tertulis ayah dan kakek saya adalah orang yang pernahmelarikan diri dari tentara. Dan bertahun-tahun dikejar-kejar dan dicari olehpolisi, marsose. Yang persis seperti dia adalah saya -- yang juga suka menulissajak yang diburu dan dikejar-kejar oleh Belan da. Famili saya begitu juga.Jadi, memang aneh.Saya hanya setahun di HBS -- Belanda -- karena saya mau belajar di seminan,atas kemauan sendiri. Setelah diterima, tahun 1939, kemudian saya berangkat,bertepatan harinya dengan saat Jerman menyerang Polandia. Pada 1943 sayatinggalkan seminari itu. Saya kembali ke Den Haag, karena merasa tidak senangdi seminari. Kenapa? Pada suatu ketika dalam kehidupan setiap lelaki adamomentum saat dia menemui atau mengetahui bahwa dia seorang lelaki. Problemsaya sebagai pubertas mulai, yah, saya mengalami kesulitan, kalau akhirnyasaya diharuskan hidup tanpa wanita. Sebagai anak puber, wanita itu sayabayangkan sesuatu yang indah, yang luar biasa.Saya harus melanjutkan pelajaran untuk melanjutkan ujian masuk universitas.Tapi ketika itu negara saya diduduki Jerman, saya sangat anti-Jerman. Sayasangat tertekan. I want to do something. Barangkali itulah yang selalu menjadisikap hidup saya. Bahwa saya tidak mau pasif. Bahwa saya harus turut, sayatidak puas kalau saya tidak bisa melawan Jerman. Permulaan 1944 saya berusahalari ke Inggris untuk turut melawan Jerman. Tapi di tapal batas Belgia sayaditangkap, karena saya sangat tolol. Lebih tolol lagi setelah ditangkap danditanya Jerman, "Kamu mau apa?" Saya menjawab, "Mau lari." Kenapa mau lari?Jawab saya, "Karena saya mau melawan Saudara."Saya ditahan sampai akhir perang. Dimasukkan di penjara-penjara di kampkonsentrasi Jerman yang ada di Belanda. Akhir perang saya dibawa ke Jerman.Tidak tahu untuk apa, mau dimusnahkan atau tidak, pendeknya saya dibawa kesatu penjara di Jerman, sampai kemudian dibebaskan tentara Amerika.Setelah itu saya kembali ke Belanda. Saya melaporkan diri sebagaisukarelawan karena bagian utara Belanda waktu itu masih diduduki Jerman. Enambulan sesudah pembebasan Belanda 1945 itu, saya keluar dari utara dan beberapabulan kemudian, pada 1946, saya dipanggil kembali masuk wajib militer.Setelah masuk itu baru diketahui bahwa kami akan dikirim ke Indonesia. Sayatidak mau. Saya lari ke Prancis. Dari tahun 1946 itu saya di Prancis.Di Prancis saya ketemu dengan orang-orang yang antiperang. Selama di sanasaya berkenalan dengan filsafat eksistensialisme, dari grup penulis,teman-teman saya. Filsafat itu mengajar kita bahwa "nasib hidup kita ini kitabikin sendiri, jangan mau terima saja". Kita membikin diri kita sendiri,membikin sekitar kita sendiri. Sekitar kita ini kan akhirnya mempengaruhi kitakembali. Itu ajaran Sartre.Akhir 1946 saya mendengar ibu saya sakit keras. Saya kembali ke Belanda. Tapidi tapal batas saya ditangkap dan dimasukkan kamp tahanan khusus untuk orangyang tidak mau ke Indonesia. Mereka berjanji, kalau kami mau berangkat keIndonesia, kami tidak akan dihukum. Oleh karena saya mau ketemu orangtua sayadan barangkali sudah ada rencana yang lebih jauh, saya bilang oke, saya mauberangkat.Di Indonesia saya kembali ke pasukan saya di Negeri Belanda dulu. Semuanyatentu heran, "Kok, kamu bisa kembali, kamu kan lari ke Prancis? "Ya," jawabsaya, "saya hanya serdadu, saya kan tidak tahu. Yang saya tahu surat-suratketerangan kami waktu di kapal semua dibuang ke laut."Pasukan saya di Bogor adalah pasukan palang merah. Tetapi mereka tak tahusaya mau diapakan. Lalu kapten saya bilang, "Yah, kamu belajar saja jadisopir." Saya pun belajar jadi sopir. Tentu saja kemudian lebih banyak melihatwanita daripada belajar. Karena tidak diberi tugas yang terlalu khusus, sayajuga belajar bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Jengkel, saya di sini tapitidak bisa ngomong dengan orang. Mungkin karena otak masih encer, saya bisacepat bergaul dengan orang.Pada 1947, saya masih turut dengan gerakan militer pertama. Saya bagianBogor-Sukabumi. Di Sukabumi saya berkenalan dengan Aoh K. Hamidjaya, saudaraRamadhan K.H. Saya lupa bagaimana asal mulanya -- mungkin melalui majalah GemaSuasana -- saya mendapat nama seperti Aoh dan Chairil Anwar. Aoh kan orangreligius, religius dalam hati, bukan orang yang sembahyang lima waktu, tapidia orang yang percaya pada Tuhan dan, ya, orang yang berpikir dan menulissajak. Saya yang mencari Aoh dan kami bisa ketemu. Saya diterima di rumahnyadan dia tidak terlalu takut. Biasanya kan republikan takut menerima militerBelanda di rumahnya. Kami berbicara mengenai Sartre. Kami cerita tentangpenulis-penulis Belanda yang pernah dia baca. Jadi, sangat menawan, saya bisamengerti. Problem Indonesia juga saya bicarakan.Di Sukabumi saya dibawa ke pengadilan militer. Pada Oktober-November 1947saya diadili dengan dakwaan melarikan diri ke Prancis. Akhirnya saya dihukumkarena itu. Saya dipenjara 4 bulan di Cipinang. Dalam 4 bulan itu saya menulisbuku harian.Keluar dari penjara, saya dipindahkan ke Purwakarta. Di Purwakarta, entahkarena si Aoh, saya berkenalan dengan grup Dodom Prawiramihardja. Sayamendapat kesempatan untuk pergi ke mana-mana. Pulang-balik Cirebon-Jakarta.Kepergian saya ke Jakarta karena kapten saya itu membutuhkan penerjemah dankebetulan saya bisa bahasa Indonesia. Jadi, saya sering diberi kebebasan pergike sana-kemari. Komandan saya kapten itu juga sudah mengerti, "Aaaah, anak itujangan terlalu banyak didisiplin, karena kalau banyak dipake disiplin makinsusah dia," katanya. Dia pikir orang seperti saya perlu kebebasan.Jadi, asal bebas. Dia menghubungkan kebebasan itu dengan seks. Padahal,kebebasan itu saya pakai untuk bertemu dengan grup di sekitar Chairil Anwar diSenen. Kami banyak minum kopi dan saya banyak belajar kenal dengan senimanSenen: Bahrum Rangkuti, Balfas, si Chairil dan Asrul Sani dan sebagainya. Sayajuga belajar kenal dengan Dolf Verspoor, seorang yang menerjemahkansajak-sajak Chairil ke dalam bahasa Belanda. Ia seorang penerjemah yang baik.MENYEBERANG Kami sering bicara mengenai eksistensialisme dan sajak-sajak.Saya bilang kepada salah satu dari mereka, "Kenapa kamu hanya menulissajak-sajak. Bukan sajak itu tidak bagus, Krawang Bekasi, misalnya, tapimengapa kamu tak berbuat. Kamu sendiri bagaimana? Saya pikir kalau kebenaranada di pihakmu, saya akan memilih." Itu kejadian tahun 1948. Proses ituberjalan terus sampai Agustus. Pada September 1948, saya sudah tidak tahanlagi menanggung konflik kejiwaan, dan mengambil keputusan lebih baik sayapergi "menyeberang".Saya ingat ketika itu sudah banyak teman saya yang lari, "menyeberang". Itumemberikan pengaruh besar dalam diri saya. Saya sendiri lari pada bulanSeptember. Mula-mula ke Semarang. Saya bangga bahwa saya disertir. Lalu sayake Yogya. Di Yogya saya ditahan. Saya dipenjara sampai Yogya diserang 18Desember 1948. Karena saudara ipar Kemal Idris juga ditahan satu sel dengansaya, Kemal Idris suatu hari datang menemui adiknya, yaitu Bambang Singgih --Sekjen Murba dan seorang murid Tan Malaka.Waktu itulah saya berkenalan dengan Kemal Idris. Saya dibawa ke rumah KemalIdris. Pada waktu itu dia sudah menjadi komandan batalyon. Di tengah Yogyayang lagi tembak-menembak itu, Kemal Idris bilang, "Ini orang-orang you(Belanda) sudah datang. Kalau mau kembali, silakan." Tapi saya bilang, "kalausaya sudah bilang A, akan terus A."Kemal bilang, "Oke, kalau begitu you mesti ikut ke Jawa Barat. Saya tidaktahu kalau mereka mau jalan kaki, long march, ke Jawa Barat. Ada sekitar 2.000orang yang ikut, termasuk istri, anak-anak. Saya pikir ini gila-gilaan,tentara apaan ini bawa istri, bawa macam-macam. Tapi okelah. Hari ke-dua,sepatu saya sudah tidak bisa dipakai lagi. Saya mesti jalan kaki kembali keJawa Barat dengan kaki telanjang.Di dalam perjalanan, karena saya termasuk yang diserang dan dibom olehBelanda, tidak ada alternatif lain -- dengan sedikit pengetahuan yang adapada diri saya mengenai latihan militer Belanda -- saya ikut mengaturstrategi. Lewat Kali Progo, saya yang bisa berenang lewat lebih dahulu, lalupasang tali supaya yang lain bisa ikut. Jadi, saya cukup cepat bisa populer dikalangan mereka. Terutama cewek, sih, pasti senang.Tiba di Jawa Barat, saya dapat permintaan dari si Taswin untuk pergi dahulumenemui Leimena, untuk melaporkan bahwa Divisi Siliwangi sudah kembali ditempat asli mereka. Dan mohon dikirim obat. (Taswin, dubes di Belanda tahun70-an).Saya dikirim ke Jakarta. Tahu-tahunya, di Jakarta sudah ada orang yangmencari saya. Rupanya, ada orang yang mengkhianati saya. Saya lalu ngumpet,tidur di rumah Tasrif di Cikini. Hampir saja ditangkap di situ oleh polisimiliter Belanda. Kan Tasrif kawin dengan saudaranya Kemal Idris. Tapi,akhirnya, kemudian toh disergap juga oleh Belanda. Kebetulan ada Wice dan Ernadari PMI yang mengurus tahanan TNI. Saya ditolong, agar cepat keluar dari KotaJakarta, karena sudah tidak aman.Kembali ke Sukabumi -- pasukan saya sudah kembali ke Sukabumi -- sayabingung. Sukabumi kan cukup besar. Jadi, saya bersembunyi di kolong tempattidur si Aoh. Aoh yang mencari hubungan kembali dengan TNI. Kemudian melaluidr. Winata, saya kembali ke pasukan yang sudah mengenal saya waktu kembalidari Yogya. Kemudian mulai periode "tidak tahu apa yang harus saya lakukan".Pasukan masih punya kecurigaan kepada saya. Kapten Saptadji, komandan kompi,bilang, "You keliling saja dulu."Saya keliling daerah Sukabumi. Hampir di setiap pasukan yang saya temui, sayaharus cerita dahulu tentang diri saya -- supaya orang percaya kembali pada siBelanda ini. Saya bercerita sampai malam. Dan belum tentu sekali berhasil.Saya putus asa juga.Di situ, saya ikut berjuang sebagai tentara Indonesia. Suatu kali sayamenyerbu pabrik tekstil punya Cina di Sawahlega, Cisaat, Sukabumi. Sebelahselatan pabrik itu, ada rel kereta api. Saya bilang, kasih saya tujuh orang.Lalu dengan tujuh orang dan sedikit pakaian hijau-hijau, saya pergi ke sana.Saya pasang strategi, satu orang di sana, satu lagi di sini, sama sekali tidakada ajaran militer. Tiga orang berjaga di luar, yang empat turut saya kedalam.Melihat Belanda yang datang, mereka tidak terlalu curiga. Saya bilang, sayamau inspeksi senjata. Saya suruh mereka berkumpul. Kira-kira ada 30 orangpenjaga. Senjata mereka bagus, merk Mausser. Setelah mereka berdiri, sayabilang, "Ini pasukan TNI, angkat tangan semua. Taroh senjata di kaki."Semuanya mau, kecuali satu orang. Saya bilang, "Saudara jangan main gila!"Semua senjata jatuh ke tangan kami. Di muka, ada truk yang berisi tekstil.Saya bawa juga itu semua ke Gunung Gede. Setelah konflik bersenjata pertamakali itu, baru mereka percaya kepada saya. Tapi kemudian timbul problemnya,tentu oleh karena saya di daerah mereka, mereka menuntut sebagian senjata.Saya kasih sebagian, saya bawa sebagian.Pasukan gembira sekali. Malam itu juga, kami mengadakan serangan kedua, keSelabintana. Karena Selabintana mau diserang, kami harus pasang ranjau.Takutnya setengah mati, khawatir kalau meledak. Itu untuk pertama kalinya sayakontak langsung dengan Belanda. Tapi maaf saja ini, TNI waktu itu baruditembak setengah jam, sudah pada lari semua, ha ha ha ha. Saya sendirian disitu. Ide saya sebenarnya, kalau sudah kontak, harus tembak dari dekat, jangantembak dari jarak 200-300 meter, nggak bakal kena. Saya rasa mereka tahu, tapibegitulah, mereka masih hijau. Harus dilatih bagaimana cara mendekati musuh.Kalau nembak dari pinggir jalan, harus dalam jarak 5-10 meter supaya bisamelihat musuh.Beberapa bulan setelah merebut senjata pabrik tekstil, kami merampas lagi 30senjata di sebuah kantor polisi di Sukaraja. Belanda marah sekali.Tahun 1949 itu, karena saya berkali-kali turut gerilya, saya makin lama makindikenal orang. Katakanlah, saya agak sukses. Saya anggap masa yang palingindah dalam hidup saya adalah waktu gerilya itu. Saya masuk pasukan KalaHitam, menjadi komandan Pasukan Istimewa C I, Batalion II, Brigade XII DivisiSiliwangi. Tapi perjuangan yang sebenarnya adalah yang sekarang, bukan masalalu.Kemudian, entah sebagai tanda terima kasih, saya diberi bintang gerilya.(TANDA JASA PAHLAWAN J.C. PRINCEN LETNAN II, KOMANDAN ISTIMEWA DIVISI VSILIWANGI ATAS JASA PERJUANGAN GERILYA MEMBELA KEMERDEKAAN NEGARA. JOGYA, 5OKTOBER 1949 SOEKARNO). Satu dari tujuh orang pertama yang mendapat bintanggerilya, adalah saya. Yang lain antara lain: Ibu Erna Djayadiningrat dan dr.Winata.Tentu, bintang itu sangat membantu saya. Sampai hari ini juga sangatmembantu. Dalam situasi seperti sekarang ini, tentu kita harus mempunyaisurat-surat yang cukup kuat. Saya kira semua ini tiket. Tiket ini masih laku.Setelah penyerahan kedaulatan 29 Desember 1949, TNI masuk ke kota-kota besar.Saya tidak bisa ikut, karena dicari-cari oleh Belanda. Ada pernyataan: Princenharus ditangkap, hidup atau mati. Komandan saya -- waktu saya lari --diinterviu oleh seorang wartawan Belanda. Wartawan Belanda seringkalimenganggap bahwa saya dulu lari karena ada macam-macam di pasukan. Anehnya,bekas komandan itu malah membela saya, padahal anak buahnya ini "nyeberang".Kami memang ke mana-mana berdua. Malam-malam kami suka bangun, bicaramengenai Plato, mengenai filsafat dan sajak. "Princen memang orang aneh,"katanya.Akhirnya Kemal Idris dan Taswin mengadakan pembicaraan dengan seorang oversteBelanda. Mereka bilang bahwa pada pertempuran terakhir, 9 Agustus 1949,Princen sudah gugur. Tetapi Belanda tidak percaya. Terpaksa saya tetap tinggaldi Cianjur Selatan. Di sana, saya punya gubuk dan banyak membaca.Lalu dengan jip, saya berangkat ke Jakarta dan tinggal di salah satu mess diKramat. Saya diangkat menjadi pelatih Brigade 23 di Jakarta. Itu sebabnya,banyak juga perintah komando berasal dari saya. Umpamanya "senjata di pundak".Itu hasil terjemahan, karena mula-mula kan latihan pakai bahasa Inggris.Pada suatu hari di bulan Januari, kami mendapat telegram bahwa staf DivisiSiliwangi telah diduduki pasukan KNIL dan lain-lain yang tidak diketahui darimana. Saya masih menghadiri satu rapat dengan Simatupang, Jahya, Kemal Idris,dan Taswin. Saya menawarkan diri meninjau situasi di Bandung. Saya diberikendaraan dan beberapa pengawal. Saya berangkat ke jurusan Cianjur. Kamimendengar bahwa pasukan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), di bawah pimpinanWesterling, sudah meninggalkan Bandung dan menuju ke utara. Westerlingmenawarkan untuk membela kedaulatan negara bagian Pasundan. Dia punya alasanyuridis, bahwa kita belum negara kesatuan -- masih RIS --- di mana Pasundanadalah salah satu negara.Batalyon TNI yang ada di Cianjur akhirnya berhasil menangkap beberapapelarian Belanda dan membawa mereka ke Sukanegara untuk diperiksa. Daripemeriksaan Van der Meulen, dia memberi alamat orang-orang Belanda danIndonesia yang terlibat komplotan untuk menangkap anggota kabinet, menteripertahanan, Sri Sultan, dan Soekarno-Hatta. Kemudian Hamid Gruno, saya,beberapa orang brimob, dan pasukan Kala Hitam mengadakan penggerebekan danmenangkap mereka.Kami dapat info dari intel bahwa Westerling ada di dermaga Priok. Lalu saya,Gruno, Alibasyah dan Bronto Susilo mengejar ke sana. Tapi orangnya sudahkabur, katanya, dibawa oleh kapal Belanda ke Singapura. Figur Westerlingmemang momok sangat ditakuti. Ketika mengamankan situasi di Sulawesi Selatan,dia kejam, menembak orang sendiri sampai ribuan. Tapi saya tidak takut, karenasaya anggap itu kewajiban. Kalau mau duel-duel, kalau mau nembak, ya, nembak.Kami berpikir dia akan menyerah.TERJUN KE POLITIK Tahun 1953, saya kerja di Imigrasi. Saya diangkat sebagaiKepala Bagian Screening untuk semua bekas militer yang di Indonesia. Orangasing yang bekas militer harus melalui kantor saya. Waktu saya di Imigrasi,saya baru dengar mengenai pemilihan umum dan grup minoritas Belanda punyacalon juga. Dalam keributan tentang anggota konstituante, Nasutionberpendapat bahwa dari grup ini orang yang turut perjuangan harus juga menjadianggota DPR. Saya dicalonkan, didukung oleh IPKI (Ikatan Pendukung KemerdekaanIndonesia). Ya, itu yang membawa saya ke arena politik.Tahun 1955, saya dicalonkan. Tahun 1956, saya diangkat menjadi anggota DPR,dan kemudian tahun itu juga saya jatuh sakit. Tubuh saya lumpuh sebelah kanan,serangan penyakit yang pertama. Saya memang diserang penyakit itu beberapakali, penyakit yang hampir sama dengan polio.Saya jelekjelek begini bekas anggota DPR. Dapat pensiun, tidak begitubanyak, tapi lumayan. Saya anggota DPR dari IPKI, saya supra-nasional. Waktuitu, Ketua IPKI adalah Ratu Aminah Hidayat. Saya dari partainya Nasutiondalam kabinetnya Ali Sastroamidjojo. Bersama Lukas Kustaryo Daeng,bekas-bekas komandan batalyon semua. Kita hanya lima orang di parlemen. IPKIwaktu Pemilu 1955, hanya mendapat empat kursi. Dan melalui saya dapat tambahansatu kursi.Waktu itu, DPR masih terbuka. Tentu, sebagai anggota DPR, saya mengambilsikap turut membela persoalan daerah. Dan, karena itu, ditangkap. Sayamenanyakan "Berapa duit yang disediakan untuk Intelijen?" Kolonel Sukendro(Kepala Intel KSAD) marah, dia menangkap saya. Nasution masih baik dengansaya, membebaskan saya kembali. Kemudian waktu saya menanyakan sesuatu yangtidak enak pada pemerintah, "Mengapa ada satu kapal perang yangditenggelamkan?" Saya ditangkap dan ditahan sampai 1,5 tahun. You pay theprice.Waktu ditahan direcall? He, tidak. Pada waktu itu, IPKI membela. Itu harussaya akui, saya tidak pernah ditinggalkan oleh partai saya, meskipun kitakecil. IPKI tidak pernah mengkhianati saya atau membiarkan saya. Merekadatang menengok saya di penjara.Saya ditahan tahun 1957 sampai 1958. Setelah keluar, diambil lagi, dan keluarsetahun kemudian. Lalu pada 1960 saya turut mendirikan Liga Demokrasi, waktuparlemen dibubarkan. Ini political betul-betul. Liga merupakan gabunganpartai-partai yang waktu itu -- Masyumi, PSI, Partai Buruh, IPKI, Parkindo,Partai Katolik -- tidak setuju dengan pembubaran parlemen oleh Soekarnolewat dekrit 5 Juli.Krisisnya adalah mengenai anggaran belanja negara. Pada waktu itu tentaramasih memerlukan anggaran yang cukup besar untuk memelihara keseimbangankarena Soekarno mendasarkan diri pada kekuatan partai komunis dan PNI. Jadi,komunis di dalam parlemen berusaha memberikan suatu anggaran yang kecil.Partai yang lain berusaha mendukung tentara, dengan memperjuangkan yangdibutuhkan mereka. Fraksi IPKI, Masyumi, PSI, Parkindo, di pihak sini,sedangkan sebagian PNI "merah" dan PKI di pihak sana.Pembubaran parlemen itu kan sebenarnya tidak menghargai prinsip demokrasi.Kalau tidak salah ingat, di dalam parlemen, walaupun IPKI dalam konstituantesetuju dengan pembubaran parlemen, saya protes. Karena saya anggap ituserangan terhadap demokrasi.Reaksi partai-partai politik seperti IPKI, Masyumi, PSI, Parkindo, adalahbersatu dalam liga demokrasi. Tokoh-tokohnya antara lain: dari Partai Kristen,Tambunan; Katolik, Pak Kasimo; Masyumi, Prawoto; NU, Imron Rosyadi; PSI,Subagio dan Soedjatmoko; IPKI, saya dan Soegirman. Ini yang masih saya ingat.Kami mengeluarkan pernyataan-pernyataaan dan memuat pernyataan puluhan ribuorang, rapat umum di mana-mana. Puncaknya waktu Soekarno ada di Tokyo,situasi begitu genting. Begitu besar sampai Soekarno bertanya bisa pulangnggak ke Indonesia.Kalau ada yang menuduh grup ini terlalu kanan, saya anggap tidak benar.Karena dari konstelasi itu saya lihat, kami tidak setuju dengan pembubaranparlemen dan penambahan jumlah anggota PKI di parlemen yang hanya ditunjukoleh Soekarno. Tapi kami sudah dituduh sebagai reaksioner, yang inginmenghambat berputarnya roda revolusi. Jadi, liga hanya gejala sementara didalam rangka menentang, atau tidak setuju, Bung Karno. Akhirnya, memang,tujuan tidak tercapai. Kami dilarang dan beberapa orang di antara tokoh-tokohliga dimasukkan dalam penjara.Saya ditangkap tahun 1962 bersama dengan Imron dan Mutaqien, yang pernahmenjabat sebagai anggota DPR terakhir, karena menentang Soekarno. Kamiditahan sampai 1966. Setelah saya bebas, sudah didirikan Lembaga PembelaHak-Hak Asasi Manusia. Kemudian, setelah peristiwa Malari, saya ditangkaplagi.EMPAT ISTRI "Saya arogan. Saya tidak punya kesulitan menarik perempuan. Notreally playboy, karena saya cepat jatuh cinta. Kalau playboy kan ada semacamkesengajaan, peduli amat, pokoknya gue udah makan, buang lagi. Sedangkan sayabisa tidak terlalu gampang melepaskan diri dari wanita. Tapi juga tidakterlalu sulit untuk mendapatkan.Waktu bergerilya, saya masuk Islam, karena kawin dengan Ibu Odah. Dia istripertama saya. Odah ditembak mati oleh Belanda. Setelah itu saya menikah lagidengan orang Sukabumi, Edah Zubaedah. Sekarang masih hidup di Sukabumi.Kemudian yang ketiga Janneke, istri yang dari Belanda itu. Keempat Mulyati,yang biasa dipanggil Kenny.Odah ini kawan di waktu gerilya. Masih selalu terbayang dalam ingatan sayaketika ia ditembak oleh Belanda. Pada 9 Agustus 1949, sebelum gencatansenjata, kami merundingkan yang akan kami lakukan pada hari terakhir diKampung Cibitung, daerah Cianjur Selatan. Saya berunding dengan teman saya.Masing-masing pegang satu peleton. Ada 80 sampai 100 orang. Pagi-pagi jam 5kami bangun. Kami tidur di rumah kayu. Saya mulai berteriak, "Ayo bangun,bangun!" Begitu saya ucapkan bangun-bangun, ada tembakan dari depan dari arahkebun teh.Semua terkejut dengan berondongan tembakan itu. Saya melompat lagi ke dalamrumah. Saya lihat kiri-kanan tapi tidak melihat istri saya. Saya kira istrisaya sedang mencuci di pancuran. Belakangan dari membaca laporan letnanBelanda yang memimpin pasukan itu, saya tahu bahwa istri saya di dalam rumah.Rupanya, pikiran saya terlalu kacau -- atau mungkin saya terlalu takut --sehingga saya bisa juga melompat dari jendela keluar. Saya berteriak-teriak,"Kumpul-kumpul, ikuti saya, ikuti saya," karena musuh sudah menyerang kami.Rupanya, menurut cerita, istri saya duduk di kursi memegang senjata"Thompson", dan dia menembaki tentara Belanda itu. Si serdadu balas menembak.Yang saya lihat kemudian dia bukan hanya ditembak di kepala, tapi di seluruhbadan. Saya masih berusaha mengejar mereka, saya keliling, tapi mereka sudahlari ke jalan besar. Dalam serangan itu bukan hanya istri saya yang hilang,juga 14 orang yang lain mati. Kemudian kami kuburkan mereka. Saya lupa apakahsaya menangis atau tidak waktu itu. Yang saya ingat hanya kain yang dia pakai.Waktu itu dia hamil 4-5 bulan. Kami belum lama menikah.Dengan Edah saya relatif happy. Perkawinan saya lebih panjang. Saya ceraidengan Edah pada 1955. Lalu saya kembali cari istri dari bangsa sendiri,Janneke. Saya ketemu pada 1954 di Jakarta dan menikah dengan Janneke pada 1955secara Islam. Dari Janneke saya punya anak empat: Ratna, Iwan, Hamid, danNico.Saya tidak pernah merasa tidak happy dengan istri-istri saya ini. Sulitrasanya mengatakan dengan istri yang mana saya merasa paling bahagia. Karenatipe seperti saya ini memerlukan rumah untuk pulang, memerlukan rumah tangga,juga fungsi sebagai kepala rumah tangga. Jadi, ada semacam ketenangan dalamhidup, meskipun saya sendiri orang yang senang dansa dari dulu, senangpelesir, senang musik.Kalau ditanya lebih senang istri Belanda atau Indonesia, sulit sayamengatakannya. Tidak terlalu beda phyisical experiencenya. Tapi istriIndonesia lebih natural, mereka tahu yang harus dilakukan sebagai istri.Mereka tahu harus kerja apa. Perempuan tidak terlalu macam-macam. Yang baguslagi, mereka mengerti "bagaimana saya akan bahagia kalau kamu tidak bahagia".Yang saya lihat pergaulan secara Timur itu begitu. Happy dalam artian yangsangat umum, bukan hanya di tempat tidur. Misalnya bangun pagi ada yang masaktelur untuk kita, atau dengan pertanyaan telurnya mau direbus atau digoreng.Dengan wanita Belanda, kami bicara satu bahasa sendiri, dan kami punyakenangan yang sama. Kalau saya bicara sesuatu di Negeri Belanda, dia mengerti.Istri kedua saya, Edah, datang dari Bojong Duren. Jadi bagaimana saya bisabercerita tentang mainan di masa kecil, umpamanya. Dengan Janneke, bila sayanyanyikan lagu di masa kecil, ia bisa meneruskannya.Pada 1968, saya dan Janneke sama-sama bilang kami tidak bisa bersama lagi.Marilah kita kembali ke dunia kebebasan, kemerdekaan masing-masing. Karenakawin secara Islam, kembali bercerai secara Islam.Janneke, sudah menikah sebelum menikah dengan saya, kembali ke kedutaanBelanda. Di sana, paspornya dikembalikan. Artinya dia warga negara Belanda.Anak-anak ikut kewarganegaraan ibu. Saya tidak mau berkelahi, tidak ribut.Anak-anak menjadi warga negara Belanda kembali. Pertimbangan saya, kalaukeadaan terus begini, bagaimana saya bisa menyekolahkan anak-anak saya. Kalausekarang anak-anak sampai menjadi orang, itu sebab ada kerja sama danpengertian yang baik di antara kami berdua.Mereka menikmati masa kecil di Indonesia, tapi kini tinggal di Belanda. Kalauberbicara dengan Ratna, terdengar jelas bahasa Indonesianya, tidak ada aksenIndo. Ratna atau Iwan, paling tidak setiap minggu mengirim surat. Kalauliburan, mereka datang ke sini dan kenal baik dengan istri saya yangsekarang, Kenny. Rumah tangga saya betul-betul aneh. Ibu Edah -- istri kedua-- oleh anak-anak juga diakui sebagai ibu.Janneke berangkat ke Belanda pada 1972. Saya dan Kenny kawin pada 1974 didalam penjara -- peristiwa Malari. Jaksa Agung, Ali Said waktu itu, memberikesempatan kami untuk nikah. Dari Kenny saya punya satu anak Wilanda, lahirpada 1979.Itulah chapter wanita, sebagian dari hidup saya. Menjadi istri saya pada masaitu memang sulit, saya rasa semua orang juga sulit. Kecuali kalau kita bisamenikmati suatu zaman dan kita juga eksekutif. Dalam perkawinan ketiga, denganJanneke, saya lebih lama berada di tahanan daripada di rumah. Jadi diasebenarnya tidak pernah menikmati suatu hidup yang normal. Maka dari itu sayatidak bisa mengeluh. Mungkin dia tidak persis mengerti yang saya lakukan,tapi dia tahu saya mengurus sesuatu yang lain daripada yang lain. Bahwa sayabukan tukang cari duit biasa. Dia mengerti. Dan dia juga mengurus saya denganmengirim makanan dan segala macam.Saya tidak merasa menjadi orang asing di sini. Pernah bermimpi ingin kembalike Belanda? Sulit untuk mengekspresikan itu. Sebabnya saya kira sama denganorang Indonesia. Sama dengan orang yang di Bojong Duren. Saya makan roti,kentang, dan nasi. Sejak gerilya saya sudah makan makanan sini. Ya, waktugerilya mau makan apa, ada juga singkong. Kangkung yang digoreng juga senang.MENJADI WNI Pada Konperensi Meja Bundar ada satu pasal yang menentukan bahwamereka yang ikut di pihak Belanda bisa jadi warga negara Belanda melaluipengadilan negeri, dan tidak boleh dituntut. Begitu juga bagi orang Belandayang ikut di pihak Indonesia, mereka bisa menjadi warga negara Indonesia.Saya pakai jalan itu.Sebenarnya, menurut peraturan lama dari republik Yogya, saya juga bisamenjadi WNI karena berjasa pada republik. Kalau mau dihitung, dua jalan itubisa saya tempuh. Saya ambil prosedur yang melapor ke pengadilan, pada 1950.Soal saya menyeberang itu harus jelas. Bahwa di Negeri Belanda, sebelum sayaberangkat, sudah terdapat ribuan orang yang tidak setuju berangkat keIndonesia untuk menjajah. Bahwa saya kebetul an dari grup yang palingekstrem, sampai turut menembak bangsa saya sendiri, tentu itu cerita sayasendiri. Tapi bahwa sekarang sudah ada kelompok anak-anak muda Belanda, yangpikirannya lain, yang menganggap perbuatan Belanda dulu di sini adalah salah,politik yang dulu salah. Dilihat dari segi ini, saya merasa dibenarkan olehsejarah. Bagi saya tentu pembenaran dari pihak Belanda penting buat saya,karena saya datang dari sana, kan? Dulu kan saya dicari, hidup atau mati,dengan hadiah 40 ribu gulden.Ada video yang dibuat oleh salah satu televisi Belanda pada 1984, mengenaimantan KNIL yang menyeberang ke TNI dan yang tidak mau berangkat ke Indonesia.Salah satu dari empat orang yang diwawancarai di Indonesia adalah Princen.Lainnya adalah Piet van Staveren, Yusuf Henk Sterkenburg, dan Lugt. MisalnyaHenk -- kini tinggal di Cibadak dan suka memberi ceramah-ceramah agama Islam-- memberi alasan "penyeberangannya", masuk ke TNI, karena antara lainmelihat kejadian di Bondowoso. "Puluhan orang mati karena penjajahan Belandawaktu itu. Belanda menjatuhkan mayat-mayat dari kereta api. Belandamenghabisi tahanan di jalan sebelum tiba di penjara."Juga anak-anak menjadi korban karena tembakan liar. Karena kenakalan sukamenembak liar, hingga orang tidak bersalah jadi korban. Saya akui, saya waktuitu juga ikut dalam kenakalan itu. Henk juga bercerita bagaimana dulu membantuEnoh Tanubrata (waktu itu Kapolda JaBar) dari kejaran Belanda.Dari alasan yang bermacam-macam itu, menurut saya, ada beberapa jenis sikapyang diambil oleh tentara KNIL itu. Yang pertama yang gila seperti saya ini;ikut berkelahi, ikut menembaki Belanda. Yang kedua yang lari saja. Yang ketigayang baru menyeberang setelah perang selesai. Yang keempat yang tidak lari,tapi membantu orang-orang republiken. Yang kelima, yang bersimpati tapi tidaklari.Dalam konflik hati nurani, kita harus berbuat apa? Saya bilang, "Akibat dariakibat adalah akibat." Satu kali kita jalan, kita tidak bisa berhenti. Makadari itu, saya masih begini, masih gila juga, ya karena itu. Dan kalausekarang saya hidup sederhana adalah akibat. You pay the prices. Mulya Lubis,yang mendirikan biro advokat bersama saya, suka bilang, saya adalah The Manfor All Seasons. Inilah pilihan hidup saya. I'm really living in Indonesia.You tanya beberapa kilometer dari rumah saya, mana rumah Pak Princen, orangjuga pada tahu.MENJADI PEMBELA Yang mula-mula saya kerjakan pada 1976, sesudah Malari, bikin praktek advokatbersama Mulya Lubis, "Lubis and Associates". Setelah di situ ada orang yang menipuMulya -- waktu Mulya di Amerika -- Mulya tanya saya, kamu bagaimana. Saya bilang,saya bisa meneruskan sendiri, saya bikin "Princen and Associates". Saya tidaksekolah di fakultas hukum. Tapi otodidak, belajar sendiri. Soalnya saya dulu bekasanggota DPR. Dulu saya banyak membantu orang tanpa mendapat pembayaran apa-apa.Kemudian Pak Yap Thiam Hien yang mengetahui mengatakan, "Mengapa you tidakselesaikan saja studi minimal untuk pidana, dan kamu juga bisa mendapat imbalan."Saya banyak kenalan, jadi klien saya banyak.Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia juga jalan terus. Jadi, seandainya adahalangan, saya tetap akan buka praktek sendiri membiayai lembaga. Dan sampaisekarang masih berdiri kantor advokat Princen itu, di kantor yang sama denganLPHAMI juga. Sebenarnya tidak boleh, tapi ya kita kan mesti makansedikit-sedikit.Yang pernah ditangani "Princen and Associates" antara lain kasus korupsijaksa-jaksa di Bogor. Mereka menahan ratusan orang sebagai sandera, kalau maukeluar harus bayar sekian. Misalnya sopir nabrak orang sampai mati. Daripolisi diserahkan kepada jaksa. Jaksa tanya pada si sopir, mau ringan atauberat dalam tangan Saudara sendiri. Kita bela orang-orang di dalam tahananitu. Akhirnya hakim-hakim mengadakan sidang maraton untuk memutuskan apakahorang-orang itu masih bisa ditahan atau tidak.Dalam sejarah kejaksaan, itu termasuk peristiwa besar, benar-benar clean updalam tubuh kejaksaan sesudah itu. Saya tidak mau membanggakan, tapisebenarnya "Princen and Associates" pendukung KUHAP. Justru karena soal-soalsemacam itu akhirnya KUHAP muncul.Waktu itu surat kabar masih lebih berani, lebih bebas bicara. Suatu konflik-- kalau tidak digambarkan siapa yang terlibat konflik itu -- bukan konflik.Sekarang itu dihilangkan. Misalnya sekarang, ada dua pengacara yang menuduhsatu jaksa melakukan korupsi, tapi nama-nama pengacara itu tidak saya ketahui.Dulu tidak.MASUK ISLAM Soal masuk Islam, sebenarnya kalau mau dihitung, pada perkawinanyang pertama saya sudah mengucapkan kalimat syahadat. Jadi berarti saya sudahmenjadi Islam. Tapi untuk prosedur yang lebih lengkap, yaitu disunat dan lebihserius mempelajari agama, baru pada 1952.Dari sajak-sajak saya mengenai ketuhanan, keabadian, sudah pasti bahwa kalausaya dikatakan Islam KTP, ya, nggak benar. Kedua, saya orang yang membelaorang Islam dalam proses-proses Islam. Kalau kamu berani mengaku orang Islam,paling sedikit kamu berbuat itu, membela agama dan umat Islam lainnya padawaktu yang sulit. Kalau sekali-sekali saya dansa, minum segelas bir, hal itutidak berarti mengurangi kesungguhan saya.Tapi saya mengerti kalau mau jadi umat yang betul, memang harus sembahyang.Karena sembahyang lima kali sehari itu mengingatkan kita pada Tuhan. Sayabisa mengerti itu. Tapi saya sekarang ini tidak melakukan itu, karena tangansaya ini, saya tidak terlalu lincah. Dan kalau saya mati, saya ingin dikubursebagai Islam. Saya tidak mau berbeda dengan yang lain, biar Islam yangfanatik atau Islam KTP. Saya tidak mau dikatakan saya bukan orang Islam. Sayajuga tidak malu bahwa saya percaya kepada Tuhan. Karena tentu dalampembicaraan saya dengan orang-orang negeri asal saya, sewaktu-waktu sayaditertawakan, dianggap kuno, karena masih percaya pada Tuhan. Saya kirapercaya pada Tuhan tidak bertentangan dengan rasionalitas sama sekali.Tadi pagi, misalnya, kebetulan saya berbincang dengan adik saya tentangagama. Tentang adakah kehidupan sesudah mati, umpamanya. Bagi saya, tidakpenting apakah ada atau tidak ada. Karena saya rasa Gozali betul, yang palingbersih agama itu adalah kalau kita bisa melepaskan diri dari ide bahwa "mestiada pahala atau anugerah kalau kita hidup baik, dan mesti ada hukuman setelahhidup yang tidak baik". Karena bagian itu, menurut saya, terlalu simpel. Kalaukebaikan itu suatu keharusan itu logis. Saya percaya pada logika itu. Sayapercaya kita diciptakan Si Pencipta. Kita juga akan kembali ke alam SiPencipta. Apakah saya kembali menjadi tanah, atau menjadi partikel yang akanterbang di kamar ini. Saya melihat itu keabadian. Pikiran-pikiran kita jugatidak akan hilang. Apa yang kita ajarkan kepada orang lain juga tidak akanhilang.Saya naik haji dengan kelompok Pak Djuanda. Ceritanya lucu dan sangatsederhana. Waktu saya bekerja di Imigrasi, tiba-tiba satu kapal haji --Tampomas --- terbakar di pelabuhan. Jadi, ada beberapa calon haji yangtertinggal, dan itu harus cepat-cepat diantar ke Tanah Suci karena tergantungwaktu (musim haji). Disewa kapal (terbang) Flying Tigers dari Taiwan. Sayamembantu mencarikan pilot. Tapi karena saya tentara, tidak bisa diberiapa-apa. Lalu Abudjani bertanya pada saya, "You mau apa?" Saya orang Islam,saya turut ke Tanah Suci.Saya diminta mengucapkan kalimat syahadat di lapangan terbang. Saya bilang,"Saya orang bule. Untuk orang bule, hubungan saya dengan Tuhan bukan urusanorang lain." Saya kemudian dibawa ke delegasi RI, saya diminta untuk ikut keAmirulhaj, waktu itu Faisal (yang kemudian menjadi raja). Faisal orangterdidik, bisa bahasa Inggris, Prancis, dia tanya kesulitannya apa. Karena diatanya dengan sopan, ya, saya mengucapkan syahadat. Setelah mengucapkan itu,dia memberi saya pass istimewa. Tidak perlu bayar penuh tarif haji. Misalnyapergi dari Jedah ke Mekah, saya hanya bayar 2,5 rial. Padahal, kalau tidaksalah, tarifnya 16 rial. Melihat pass itu, laskar-laskar pada kasih hormat.LEMBAGA PEMBELA HAK-HAK ASASI MANUSIA Kami mendirikan LPHAM karena waktu itu kami terlalu ditekan. Karena hak-hak asasimanusia di zaman Soekarno begitu ditekan. Kami mengalaminya. Dia menahan danmenangkap oposisi, dengan tuduhan sebagai pemberontak yang berkomplot untukmembunuh dia. Dia hakim terakhir, berhak ikut campur dalam memutus perkara dipengadilan. Dia membentuk sendiri suatu parlemen tanpa pemilihan umum, diamenggunakan dana pemerintah tanpa disetujui parlemen. Dia ikut campur di bidangyudikatif, legislatif, padahal dia sendiri yang bertanggung jawab kepada MPR. Danjuga tidak memungkinkan menulis secara bebas -- walaupun pada kenyataannyafreedom of the press pada waktu itu lebih besar daripada sekarang ini.Soekarno juga yang memplokamasikan pembubaran parlemen, pembubarankonstituante. Konstituante dipilih oleh rakyat untuk membuat undang-undangyang baru, akhirnya macet dan dia bubarkan. Membubarkan parlemen itu sendiribisa dinamakan pelanggaran besar hak-hak asasi, karena akhirnya Soekarnomengisi partai yang ia sukai dengan orang-orang yang dia sukai.LPHAMI ini didirikan 29 April 1966 oleh antara lain Aisjah Amini, AnwarHarjono, Djamaluddin Dt. Singo Mangkuto, Harjono Tjitrosoebono, dan HadelyHasibuan. Baru-baru ini Hadely menulis di sebuah majalah wanita. Dia bilang,"Princen dan Yap Thiam Hien jadi terkenal, tapi saya bagaimana?"Saya tetap menganggap dia sebagai salah satu orang pertama di LPHAMI. Tapiperanan Hadely dihilangkan oleh sejarah. Hadely waktu itu advokat yangmengatakan bahwa dia sanggup menggantikan Soekarno kalau ada orang yangsanggup membereskan ekonomi. Kemudian pada waktu perjuangan 1966, dia menjadiAbunawas.Dia sebenarnya semacam Nabi Isa. Pagi-pagi orang mengatakan "Hidup Kristus",sore harinya orang bilang "Salibkan Dia, salibkan Dia", karena dia pada waktuitu dituduh menjadi komunis, karena dia pernah menerima fungsi di salah satuperguruan tinggi yang didirikan Aidit, "Universitas Rakyat". Hal itu tidakbenar. Pertama saya tahu dia bukan komunis, kedua kita punya bukti bahwa itutidak benar. Karena dia pernah menulis surat sendiri pada Aidit bahwa diatidak mau menerima tawaran mengurus Universitas Rakyat itu.Waktu itu saya baru dua atau tiga hari dibebaskan dari penjara, sayamenghadap militer. Saya masih ingat istri saya kebingungan, "Lu gila, kamubaru dibebasin udah mau lagi ikut campur urusan orang." Tapi saya bilang,"Karena ini tidak benar. Tidak mungkin sama sekali bahwa si Hadely komunis."Kemudian kita usahakan dia bisa keluar.Lalu dalam rapat LPHAMI yang kemudian, saya dipanggil. Hadely Hasibuanbilang, "Menurut saya, Princen harus jadi anggota kita. Karena dia luar biasa.Baru keluar dari penjara, dia sudah memperjuangkan orang lain."Pelanggaran hak asasi mana yang paling sering dilakukan? Kalau kita masukkanpada political rights, bahwa man must be equal before the law bahwa manusiasemua sama di muka hukum -- itu kita melihat masih banyak pelanggaran. Maka,tugas LPHAMI yang pertama berhubungan dengan mencegah pelanggaran ituterjadi.Saya beri contoh yang dilakukan LPHAMI pada tengah pertama tahun 1989. Pada 6April kami mengirim surat kepada media massa, tentang tidak dimuatnyaberita-berita penting. Pada 11 April, kepada Kapolri kami mohon perhatian atasmeninggalnya sopir taksi dan pihak petugas keamanan tak berbuat apa-apa. Pada15 April, kepada Poltabes Bandung, kami minta perhatian atas penahanan 6 orangmahasiswa. Pada 30 Mei, kepada Kanwil Departemen P & K Sumatera Utara, kamiminta perhatian atas larangan pertunjukan Teater Koma dari Jakarta.Kini saya dilarang keluar dari Indonesia sejak 1984. Kasusnya? I don't know.Saya tidak ikut Petisi 50, tapi saya dianggap sama dengan mereka.
MBM TEMPO EDISI 19/20, 7 JULI 1990 HAL. 51