Thursday 12 April 2007

LPHAM yang didirikan oleh H. J. C. Princen dan Yap Thiam Hien pada 13 April 1966 sebenarnya dipersiapkan untuk menghadang upaya sporadik pemerintah orde baru yang melakukan pembunuhan, penangkapan dan tindakan kejahatan HAM lainnya terhadap simpatisan anggota PKI dan mereka yang dituduh PKI. Salah satu dari kerja besar LPHAM dalam mengkoreksi tindakan merendahkan manusia itu antara lain desakan untuk menghentikan pembunuhan massal di Purwodadi, Jawa Tengah yang di instruksikan Presiden Soeharto, M. Panggabean dan Surono tahun 1968. Walaupun protes ini berujung pada penangkapan, Direktur LPHAM, Princen, oleh Kopkamtib dengan tuduhan komunis, namun aksi pembantaian tersebut dihentikan.

Di tahun yang sama LPHAM bersama Goenawan Muhammad, seorang wartawan menginvestigasi dan membuat laporan tentang pelanggaran HAM di Pulau Buru. Laporan tersebut akhirnya menjadi bahan tulisan Amnesty Internasional. Selanjutnya untuk menangani para korban PKI yang mengalami trauma kejiwaannya, di tahun 1967, LPHAM menggagas berdirinya P3HB (Panitia Pusat Pemulihan Hidup Baru) yang dikelola Yap Thiam Hien.
Sempat berganti 2 hingga 3 kali pengurus, lembaga yang membidani lahirnya YLBHI (1970), INFIGHT (Indonesian Front for Defence of Human Rights, 1990), KontraS (1998) dan beberapa lembaga advokasi lain, akhirnya dibadanhukumkan sekitar tahun 1988 seiring dengan keinginan pemerintah mengendalikan LSM dengan mengeluarkan UU Ormas 1985.

Dalam perjalanan aktifitasnya, LPHAM merespon dan hampir terlibat seluruh isu dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Dalam kasus Timor Timur ditahun 1990, advokasi LPHAM membawa Princen untuk menjadi tamu kehormatan Presiden Portugal Mario Soares dengan topik pembicaraan seputar 7 orang pemuda Tim-tim yang mencari suaka dan masa depan Timor Timur. LPHAM juga melobi Y.P. Pronk, Ketua IGGI untuk menghentikan hutang luar negeri yang cenderung disalahgunakan pemerintahan Soeharto. Tak terelakan lagi, LPHAM tumbuh menjadi organisasi yang merekam hampir seluruh kejahatan kemanusiaan rezim orde baru. Dari kasus tanah (1987-1996), buruh (1989-1990-an) hingga penangkapan mahasiswa (1988). Dari kasus Papua (1975), Timtim (1975), Aceh (1989) hingga mendampingi para korban Peristiwa Priok yang di adili (1984-1986).

Namun seiring dengan manajemen organisasi yang masih tradisional dan menurunnya stamina dan kesehatan Princen. Organisasi ini mulai mengambil porsi aktifitas yang sesuai dengan kapasitas kerja organisasi yang sangat ditentukan oleh mobilitas seorang Princen. Dan aktifitas organisasi ini benar-benar terhenti ketika kematian menjemput mantan disertir KNIL ini 22 Februari 2004 lalu.

Walau LPHAM telah kehilangan figur sentralnya, kini revitalisasi lembaga malah sedang dilakukan antara lain dengan meredefinisi LPHAM sebagai lembaga yang sejak awal turut mempromosikan penghormatan, perlindungan dan penegakan HAM dengan merefleksi kebersamaan dalam memperjuangkan HAM, demokrasi dan civil society dengan seluruh komunitas masyarakat lainnya. Sejak 2003, LPHAM di pimpin oleh Ahmad Hambali seorang aktivis muda yang sebelumnya aktif di KontraS (1999-2003).

LPHAM tetap berpendirian bahwa sebuah bangsa harus mengerahkan seluruh potensi dan energinya untuk mendorong tumbuhnya sebuah system politik sipil yang bersih, adil dan menolak kekerasan baik dalam bentuk struktur kultural maupun subtansi praktikal yang tercermin antara lain pada militerisme.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/LPHAM"