Thursday 19 April 2007

Jalan Tikus ke Belanda

Tokoh hak asasi manusia, Princen, dicekal Belanda. Ia dianggap masih sebagaiseorang desersi. Princen bertekad masuk ke tanah leluhurnya
SUDAH nasib Haji Johanes Cornellius Princen dicekal di sana- sini। Selamasembilan tahun terakhir, ia, misalnya, tak boleh meninggalkan Indonesia karenadianggap terlalu vokal menyuarakan pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM).Pekan lalu, ketika aparat keamanan Indonesia tidak lagi mencegahnya pergi keluar negeri, Princen malah ditangkal Departemen Luar Negeri Belanda supaya takmasuk ke Negeri Kincir Angin itu. ''Padahal saya ingin sekali bertemu denganlima anak dan empat cucu saya yang ada di Belanda,'' katanya. Princen, 67tahun, yang menghadiri pertemuan tahunan masalah hak-hak asasi manusia diJenewa, semula berharap bisa menjejakkan kaki di tanah kelahirannya, Den Haag.Harapannya punah ketika diberi tahu bahwa dirinya tak diizinkan masuk kenegeri leluhurnya. Mengapa Princen tak boleh ke Belanda? ''Saya tak berhakmenjelaskannya. Kedutaan telah memberi tahu secara tertulis kepada Princenkenapa dirinya tak mendapatkan visa masuk ke Belanda,'' kata seorang pejabatKedutaan Besar Belanda di Jakarta. Pada 1980, lanjutnya, Princen juga pernahmencoba mendapatkan visa masuk Belanda, juga ditolak.Mengenai alasan pencekalan dirinya itu, kata Princen, karena PemerintahBelanda masih mengungkit-ungkit masa lalunya. Ia dituduh melakukan desersiketika diberi tugas sebagai tentara Belanda ke Pulau Jawa. Pada 1948, Princenmenyeberang dan bergabung dengan tentara Indonesia. ''Saya, oleh PemerintahBelanda, dianggap banyak terlibat dalam operasi militer yang mengakibatkantentara Belanda gugur,'' ceritanya. Atas jasanya di masa Perang Kemerdekaanitu, Princen dianugerahi Bintang Gerilya oleh Pemerintah RI.Alasan lain, tambah pejuang hak asasi itu, ia dianggap melanggar janji takboleh bicara politik di Belanda. Ia teringat peristiwa di tahun 1978, ketikadiberi izin menghadiri pemakaman ibunya di Kota Zwolle. Waktu itu ia diajakberbincang-bincang masalah politik oleh anggota Komisi Luar Negeri di ParlemenBelanda. ''Inisiatif itu datang dari anggota Parlemen, bukan dari saya,''katanya.Pencekalan Princen itu ternyata mengundang reaksi di Belanda. Setidaknya darikalangan politisi muda Partai Demokrat '66, Partai Buruh, dan Groen Links.Mereka melihat masa lalu Princen tak layak dipersoalkan lagi alias sudahkedaluwarsa. Karena itu mereka berharap pencekalan terhadap Princen supayadicabut. Apalagi Princen pernah menjadi nara sumber penting buat MenluKooijmans. Sebelum dan setelah Peristiwa Dili (November 1991) pecah, merekaberdua sering bertemu di Jakarta. Ketika itu Kooijmans bekerja untuk PBBsebagai rapporteur untuk melihat pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia.Namun, bisa dimengerti pula kalau ada sikap yang keras dari kantor Kooijmansterhadap Princen ini. Boleh jadi sikap ini mewakili aspirasi sisa-sisapensiunan tentara KNIL, yang tak pernah melupakan Princen sebagai penghianat.Menghadapi itu Princen tidak takut. ''Sekalipun nanti saya diludahi,dilempari dengan tomat busuk, atau bahkan ditembak oleh bedil tua. Kalau sayamati, itu tak lebih dari sebuah akhir yang terjadi lebih awal dari yangdirencanakan,'' kata Princen seperti dikutip koran Volkskrant terbitan 11Agustus ini.Kini Parlemen sedang menanti penjelasan Menteri Kooijmans atas beleidkantornya yang mencekal Princen. Menteri Kooijmans dikabarkan masih berlibursampai pekan depan. Tentang tekad Princen bila tak diberi visa? ''Dengansegala cara, saya akan tetap ke Belanda. Saya sudah tahu jalan-jalan tikusuntuk masuk ke sana. Saya mungkin tinggal satu-satunya orang Indonesia yangmasih berjuang melawan kolonial Belanda,'' katanya dengan nada lirih.
MBM TEMPO EDISI 25/23, 21 AGUSTUS 1993 Hal. 26