Wednesday 25 April 2007

PENGHARGAAN

PONCKE PRINCEN HUMAN RIGHTS PRIZE 2007



Latar Belakang
Poncke Princen Human Rights Prize adalah penghargaan yang diberikan untuk orang atau lembaga yang berani mengambil inisiatif pertama kali untuk melindungi dan memajukan HAM baik dalam bentuk aksi yang konsisten mempromosikan, memperjuangkan HAM dan nilai-nilai kemanusiaan maupun kesadaran penuh untuk menghentikan aksi kekerasan sistematik termasuk memberikan inisiasi pada proses perdamaian. Sesuai kriteria tersebut, penghargaan ini di ambil dari figur HJC Princen yang di catat sejarah sebagai orang yang mampu dan konsisten menunjukan kepeduliaannya terhadap martabat umat manusia, perdamaian dan hak asasi sejak ia remaja.

Penghargaan ini perlu dibuat untuk melestarikan semangat dan keberanian dalam menegakan HAM। Karena upaya penegakan HAM di Indonesia tidak hanya membutuhkan keberanian tapi juga konsistensi menempuh bahaya. Oleh karena itu, penegakan HAM Indonesia benar-benar membutuhkan lebih banyak pioneer yang memperjuangkan penegakan HAM seperti yang telah dilakukan Poncke di masa lalu. Untuk alasan itu pula, penghargaan ini akan mendorong pencarian dan mendukung aktifitas pelopor penegakan HAM diseluruh tanah air setiap tahunnya secara terus menerus.

Biodata HJC Princen
Nama Lengkap: H. Johannes Cornelis PrincenTempat Tanggal Lahir: Den Haag, Belanda, 21 November 1925

Jabatan :- Ketua Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia (Institute For Defence Of Human Rights)- Pengacara

Pendidikan :- Sekolah Dasar (SD) 7 tahun
- Sekolah Menengah Seminari 6 tahun
- Pendidikan Tentara Perwira Intelijen sampai tahun 1952

Perjalanan Karir:- Biro Penasehat Ekonomi Teppema dan Vargroup Groothandel voor Chemische Producten di Den Haag (1942-1943)- Stoottroepen Regiment Brabant dan bekerja pada Bureau voor Nationale Veiligheid (1945)- Ikut Long March dari Jateng ke Jabar bersama Batalyon Kala Hitam, kemudian bekerja di SUAD (1948-1956)- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (1956)- Ketua Umum Lembaga Pembela Hak-Hak Azasi Manusia ({LPHAM) (sejak 1966)- Pimpinan Yayasan LBH Indonesia (1970-...)- Wartawan untuk suratkabar dan Radio Belanda di Indonesia (1969-1972)- Pengacara (sejak 1979)
- Pendengar dalam Pengkajian Pokja Petisi 50 (1988-...)- Mendirikan Serikat Buruh Merdeka - Setia Kawan dan menjadi ketuanya (1990-..)
-mendirikan INFIGHT (Indonesia Front for Human Right Defender)- Menjadi Wakil Ketua Caretaker Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) (1995)
-mendirikan KIP HAM 1996 kemudian KontraS 1998

Kegiatan Lain :- Dijatuhi Hukuman mati di Utrecht- Penghuni kamp konsentrasi Jerman di 7 kota Eropa- Ditangkap sewaktu peristiwa Madiun, bebas 19 Desember 1948- Ditahan atas peristiwa PRRI Permesta- Ditahan atas perintah Presiden Soekarno (1962-1966)- Ditahan akibat peristiwa Malari (1974-1976)- Ditahan atas tuduhan menganggu sidang DPR (1978)- Turut membela para tertuduh dalam kasusTanjung Priok (1984)- Dipanggil Kejaksaan Agung (Kejakgung) berkaitan dengan keikutsertaannya pada konferensi tentang Timor Timur (APCET/Asia Pacific Conference on East Timor) di Kuala Lumpur, Malaysia (November 1996)

Publikasi :
- Menerbitkan buku "Riwayat Hidup di Negeri Belanda" dalam bahasa Belanda (1989) yang menimbulkan kontroversi mengenai pro dan anti Indonesia
- Menerbitkan buku "Een Kwestie van Kiezen" (Kebebasan Memilih) di Belanda (1995)
Penghargaan :- Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno (5 Oktober 1949)
- Yap Thiam Hien Award 1992

Panel Juri
Mengawali penyelenggaraan penghargaan ini, pemilihan para nominee di usulkan oleh Dewan Pengurus LPHAM berdasarkan kriteria dan monitoring tertentu yang dinilai dan disepakati oleh sebuah panel juri yang beranggotakan Dewan Penasehat LPHAM yaitu:
1. Asmara Nababan (Mantan Sekjen Komnas HAM, Direktur DEMOS)
2. Dadang Trisasongko (Mantan Wakil Direktur YLBHI, Senior Advisor Anti-Corruption PGRI)
3. Bambang Widjojanto (Mantan Direktur YLBHI, Advokat)
4. MM Billah (Direktur CPSM, Anggota Komnas HAM)
5. Melani (Mantan Direktur LBH Bandung, Advokat)
6. Ori Rahman (Mantan Ketua Dewan Presidium KontraS, Advokat KontraS)

Kategori
Untuk pertama kalinya, penghargaan ini diberikan kepada tiga pihak yang telah berani melakukan upaya promosi dan penegakan HAM yaitu:
[1] Human Rights life time achievement untuk pejuang HAM, Munir (1965-2004).
[2] Human Rights Promoter and Educator untuk dosen STPDN/IPDN, Inu Kencana Syafei.
[3] Human Rights Campaigner untuk Liputan 6 SCTV.


Para Nominator

MUNIR (1965-2004)
Poncke Princen Prize for Human Rights Life Time Achievement 2007


Melengkapi berbagai pengakuan yang telah diberikan kepada Alm।Munir, LPHAM mencoba memperkuat dedikasi beliau sebagai penghargaan dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, Alm. Munir di nilai pantas untuk dikenal sebagai pionir HAM sebagaimana Poncke juga telah lakukan di awal-awal hidupnya. Dedikasi ini diberikan karena Munir tidak saja memiliki komitmen untuk mempertaruhkan apa yang dimiliki dan dicintainya demi kemajuan HAM di Indonesia tapi lebih dari itu upayanya sedikit banyak telah memberi andil terhadap perubahan sistim hukum dan politik Indonesia yang lebih peduli terhadap HAM dan demokrasi.

Atas pertimbangan itu kami memilihnya sebagai suatu pencapaian besar sepanjang hayat (life time achievement) terhadap pemajuan HAM di Indonesia.


INU KENCANA SYAFEI
Poncke Princen Prize for Human Rights Promotor dan Educator 2007
http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=31715&ik=5
KEBERANIAN dosen IPDN Inu Kencana Syafi'i mengungkap berbagai kasus kekerasan dan penyelewengan di lingkungan kampus tempat dia mengabdikan diri puluhan tahun, disadari Inu bukan tanpa resiko. Inu merasakan, sejak tahun 2004, ketika dirinya mengungkap kasus penganiayan terhadap Praja Wahyu Hidayat, berbagai macam teror, mulai dari ancaman akan dipecat, bahkan sampai dibunuh, terus menerus diterima keluarga dan dirinya.
Begitu juga ketika dia membongkar kebobrokan IPDN yang memakan korban Cliff Muntu kali ini. Namun resiko tersebut dihadapi dengan penuh keberanian. Upayanya ini didukung sepenuhnya oleh istri tercinta Ny. Indah Prasetiati. Dalam wawancara khusus dengan Pos Kota pertengahan pekan ini, di rumahnya Kompleks IPDN, Jalan Raya Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Inu menyebutkan, dirinya tidak takut terhadap ancaman tersebut. “Jangankan dipecat, mati sekalipun, saya dan keluarga siap. Saya yakin, Allah SWT akan melindungi saya dan keluarga, karena apa yang saya lakukan adalah bentuk jihad, menjalankan perintah-Nya, yakni amar ma'ruf, nahi munkar. Bukan untuk membuka aib seseorang, tapi untuk memperjuangkan kebenaran dan menegakkan keadilan, supaya praktik-praktik kotor tidak terus menerus terjadi di lingkungan yang seharusnya menjunjung tinggi moral dan etika, “ tegasnya.
Sebagai seorang dosen, dengan pangkat Golongan IV C dan sudah mengabdi puluhan tahun di almamaternya, kehidupan ekonomi Inu Kencana Syafi'i jauh dari makmur. Ia bersama istrinya Ny. Indah Prasetiati dan tiga putra-putrinya tinggal di rumah dinas sederhana ukuran kecil. Menurut Inu, jika mengacu ke standar kepangkatan, rumah yang ditinggalinya untuk golongan II, padahal dia sudah golongan IV. Rumah yang terletak di Kompleks IPDN Blok C-25 ini, terdiri dari dua kamar tidur ukuran 3 x 2,5 meter, ruang tamu yang bersatu dengan ruang keluarga ukuran 3 x 5 meter, dilengkapi sebuah kamar mandi dan dapur. Sebagai kamar tidur utama, Inu membangun tanah kosong di bagian belakang rumahnya. Perabotan rumahnya pun, jauh dari kesan mewah. Hanya ada satu set kursi tamu dan sebuah lemari yang penuh dengan buku. Keluarga Inu Kencana, tidak memiliki kendaraan bermotor, baik sepeda motor, apalagi mobil. “Kemana saja bepergian, saya selalu naik angkot. “Untuk mencapai jalan Raya Jatinangor, yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer, saya berjalan kaki, biar sehat dan yang tak kalah pentingnya supaya irit ongkos,” tambahnya sambil senyum.
Ketiga anaknya, seorang kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, seorang lagi kuliah di Fakultas Seni Universitas Pasundan Bandung, dan seorang lagi di SMAN 23 Bandung, Inu menyebutkan, didapat dari honor mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta dan honor dari menulis buku. Sampai saat ini Inu telah menulis 43 judul buku, terbanyak tentang Ilmu Pemerintahan yang dijadikan mata kuliah dibeberapa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Inu Kencana menyebutkan, walau sering kekurangan uang, karena gajinya ‘digadaikan’ ke bank untuk biaya kuliah program S2 di Unversitas Padjadjaran, Bandung sekaligus dipakai biaya meneliti kasus kematian Praja Wahyu Hidayat, serta berbagai kasus kekerasan di IPDN, Inu tetap bahagia. “Saya bersyukur Allah SWT memberikan berbagai kenikmatan melebihi apa yang saya inginkan,” tukasnya. “Sebagai muslim, sejak tahun 1990-an, saya ingin sekali menunaikan ibadah haji, namun sebagai pegawai negeri yang tidak bisa ngobyek, apa lagi jika menyerempet-nyerempet hal yang terlarang, keinginan tersebut, tidak lebih hanya sebagai khayalan. Namun sebagai muslim taat yang percaya kepada kemurahan Allah, Inu selalu berdoa, agar bisa ibadah haji.
Keinginan tersebut akhirnya terwujud, ketika 1994, kakaknya, seorang produser film yang akan shooting film di Mekah mengajak Inu ibadah haji. Ajakan tersebut tanpa pikir panjang disambutnya. Ia bisa naik haji dengan biaya tak lebih dari Rp 10.000. Ongkos untuk perjalanan Bandung – Jakarta, naik kereta api. Sisanya dibiaya kakak dan bantuan orang lain yang tiba-tiba saja datang, padahal orang tersebut tidak dikenalnya.

Sebagai penghargaan dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, usahanya telah mengungkap kebenaran atas apa yang secara jahat disembunyikan oleh institusi IPDN di nilai pantas untuk dikenal sebagai pionir pendidik dan promotor hak asasi sebagaimana HJC Princen (1925-2002) juga telah lakukan di awal-awal hidupnya। Dedikasi ini diberikan karena konsistensi dan nya untuk mempertaruhkan apa yang dimiliki dan dicintainya demi terhentinya kekerasan yang menginjak-injak HAM di STPDN/IPDN dan demi perubahan sebuah institusi pendidikan yang bertujuan mulia di Indonesia yang न्य sedikit banyak telah memberi andil terhadap perubahan sistim hukum dan politik Indonesia yang lebih peduli terhadap HAM dan demokrasi walau baru hanya terfokus pada STPDN।

Atas pertimbangan itu kami melihat upaya tersebut sebagai suatu kepeloporan yang penuh resiko bagi pendidikan dan promosi hak asasi manusia (Human Rights Promotor dan Educator) dan terhadap pemajuan HAM di Indonesia.


LIPUTAN 6 SCTV
Poncke Princen Prize for Human Rights Campaigner 2007


Fokus: Kekerasan di STPDNYang Teraniaya dalam Kenangan
Titik awal pengungkapan kekerasan STPDN/IPDN 29 Maret 2003
http://www.liputan6.com/view/8,63435,1,0,1175651902.html
29/09/2003 09:47
Kisah Wahyu Hidayat yang tewas dianiaya seniornya seakan menjadi kunci kotak pandora. Satu persatu masalah yang selama ini tertutup, bermunculan. Mengejutkan dan melahirkan kegeraman.


Kasus IPDN26/04/2007 07:30 Dakwaan Berlapis Menanti Lexie dan Iyeng
25/04/2007 05:45 Alumni STPDN Membantah Aliyan Te...24/04/2007 15:28 Praja IPDN dan Pengasuh Diperi...24/04/2007 13:07 Keluarga Frans Menemui Rekto...24/04/2007 08:31 Keluarga Frans Meminta Penangguh...23/04/2007 18:36 Status PNS Sepuluh Praja Akan Di...23/04/2007 14:15 Tak Hanya Mayat Cliff yang Disun...23/04/2007 07:05 Alumnus Meminta IPDN Tak Dibubarkan22/04/2007 19:05 Rekaman Pengakuan Iyeng Sopandi22/04/2007 12:53 Polisi Akan Memeriksa Mantan Rek...21/04/2007 12:58 Kekerasan Terjadi Sejak APDN21/04/2007 06:25 Mantan Praja IPDN Stres Akibat K...21/04/2007 00:37 Lexie Giroth dan Istri Diperiksa...20/04/2007 19:35 Keluarga Andi Meminta Penangguha...20/04/2007 06:12 Status PNS Sepuluh Praja Dievalu...20/04/2007 01:46 Kepala Poliklinik IPDN Diperiksa

Berita sepekan terakhir yang masih dikejar Liputan 6 soal pengungkapan kekerasan STPDN
http://www.liputan6.com/view/2,140698,1,0,1177564033.html

Sebagai penghargaan dengan kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, usaha Liputan 6 SCTV yang telah mengungkap kebenaran atas apa yang secara jahat disembunyikan oleh institusi IPDN di nilai pantas untuk dikenal sebagai pionir pendidik dan promotor hak asasi sebagaimana HJC Princen (1925-2002) juga telah lakukan di awal-awal hidupnya. Dedikasi ini diberikan karena konsistensi dan komitmen Liputan 6 SCTV untuk mempertaruhkan apa yang dimiliki dan dicintainya demi terhentinya kekerasan yang menginjak-injak martabat kemanusiaan dan budaya kekerasan di STPDN/IPDN. Penghargaan ini juga dianugerahkan karena, atas upaya tersebut telah memicu berbagai evaluasi dan perubahan sebuah institusi pendidikan yang bertujuan mulia di Indonesia yang upaya Liputan 6 SCTV sedikit banyak telah memberi andil terhadap perubahan sistim hukum dan politik Indonesia yang lebih peduli terhadap HAM dan demokrasi walau dalam kasus ini baru hanya terfokus pada STPDN.

Atas pertimbangan itu kami melihat upaya tersebut sebagai suatu kepeloporan yang penuh resiko bagi sosialisasi dan kampanye publik hak asasi manusia (Human Rights Campaigner) dan terhadap pemajuan HAM di Indonesia.