Thursday 19 April 2007

WARNA-WARNI PONKE

RIWAYAT HIDUP HJC PRINCEN, WARTAWAN ASAL BELANDA PENUHWARNA-WARNI. ORANG YANG SERING DIPANGGIL PONCKE INI PERNAHDIJATUHI HUKUMAN MATI DI BELANDA. IA KAWIN DENGAN WANITAINDONESIA DAN MENJADI WNI

MEMANG saja wartawan। Apakah itu djelek?" Itu pertanjaan HJC Princen, dalam tangkisan kepada mingguan Chas jang minggu kedua Pebruari memuat riwajat-hidupnja dengan beberapa hal jang menurut Princen "tidak benar"। Princen selain bekas tokoh partai IPKI dan Ketua Hak-Hak Azasi Manusia memang wartawan. Tapi tiga hari sebelum ia menulis tangkisan tersebut ia diberhentikan sebagai koresponden (dalam masa pertjobaan) radio NCRV di Negeri Belanda. Hanja kerdja kewartawanannja dari mana ia bisa hidup--ternjata tak berachir begitu sadja. Beberapa hari setelah keputusan NCRV, ia dipungut oleh surat kabar Het Vrije Volk.Adakah Het Vrije Volk akan kemudian memberhentikannja pula? Pertanjaan ini bisa sadja timbul, mengingat sebelum enam bulan dia bekerdja untuk NCRV, ia bekerdja enam bulan untuk radio AVRO. Nasib jang bergelombang seperti itu, dua kali digeser selama satu tahun, memang nampaknja tak bisa dilepaskan dari "dosa asal" Princen jang sudah Hadji itu. Riwajat hidupnja tidak chas tjerita karier seorang wartawan profesionil, jang mendjalani sebagian hidupnja sebagai pengamat peristiwa tanpa melibatkan diri dalam peristiwa - baik itu soal sport atau perang. Riwajat hidup Princen djustru adalah riwajat hidup seorang jang seringkali terlibat dalam peristiwa-peristiwa jang tidak biasa. Menurut tjeritanja sendiri ditahun 1944 ia pernah didjatuhi hukuman mati di Utrecht, sebab tertangkap ketika sebagai anak muda ia mentjoba melarikan diri ke Inggeris dari Negeri Belanda jang di duduki Djerman. Hukuman itu diubah djadi hukuman pendjara, dan setelah masuk dalam beberapa kamp konsentrasi di Eropa sampai dengan kalahnja Djerman dalam Perang Dunia ke--II, ia dibebaskan tentara Amerika. Negeri Belanda bebas, tapi Princen harus mengalami peristiwa lain: dia dipanggil untuk wadjib militer oleh Pemerintah Belanda waktu itu buat dikirim bersama pasukan pendudukan ke Indonesia jang baru sadja menjatakan kemerdekaannja."Saja tidak setudju dengan itu", tulis Princen, "berdasarkan pendirian jang sederhana sekali: waktu kita diduduki oleh Djerman, kita merasakan bagaimana kalau harus hidup dibawah perintah-perintah suatu pendjadjah". Maka ia lari ke Perantjis, tapi kemudian kembali ke Negeri Belanda "karena ibu saja sakit", dan kemudian di tangkap dan kemudian dikirim ke Indonesia --jang ternjata kemudian djadi tanah airnja.Hadiah Nobel. Disini segera Princen jang pernah menempuh peladjaran Gymnasium A (Kesusastraan), dengan tjepat bergaul dengan seniman dan intlektuil Indonesia, termasuk Asrul Sani jang pernah djadi seorang komanda Laskar Rakjat. Tak lama kemudian di menjeberang kefihak Republik, masl Islam dan menikah dengan seorang gadis Tjipriangan. Bagaimana ia masuk Islam tak diketahui, tapi pemuda Belanda jan kemudian mentjoba menulis puisi bahasa Sunda itu menurut Asrul pernah ketemu dengan seorang hadji jang dikagumi sebagai orang jang "lebih bidjaksana dan Thomas Mann", itu pengarang Djerman pemenang Hadiah Nobel jang mengungsi dari kekuasaan Hitler. Jang djelas ialah bahwa ia diwaktu pemberontakan Madiun ikut ditangkap bataljon Sudiarto jang kiri, dan njaris dibunuh. Untung datang pasukan Kemal Idris dari Siliwangi jang membebaskan Pati dan membebaskan Princen. Ia kemudian ikut Long March ke Djawa Barat bersama bataljon "Kala Hitam" Kemal Idris. Ia memimpin satu pasukan, dan dalam suatu pertempuran dengan Belanda kehilangan anak buah dan isterinja, Odah. Tapi nasib djeleknja belum berachir rupanja. Di masa Soekarno ia ditahan tanpa diadili bersama sedjumlah pemimpin Masjumi PSI dan orang-orang pers seperti Moch tar Lubis. Diawal 1972, ia ditahan olel Kopkamtib buat 29 hari - dan riwajat hidupnja jang unik itu rupanja menarik perhatian kembali. Ditahun 1969 ketik ia mengemukakan apa jang disebut "pembunuhan bergelombang" di Purwodadi biografi Princen djuga pernah diperdebatkan: Gubernur Munadi menuduhnja "komunis", dan Majdjen (waktu itu) Kemal Idris, Kol. (waktu itu) Ali Said serta Asrul Sani membantah.Juliana. Apa dan siapapun Princen nampaknja bukanlah orang jang ditakdirkan untuk hidup tenang. Dia ditjopot oleh AVRO karena, menurut penuturan nja, mungkin radio itu tjemas bila Ratu Juliana jang waktu itu sedang hcndak berkundjung ke Indonesia akan diinterview oleh sang koresponden: bekas seorang deserteur pasukan Keradjaan. Dia diberhentikan NCRV karena penahanannja oleh Kopkamtib menimbulkan kontroversi di Negeri Belada, dan akibatnja "mereka menganggap dan meragukan objektifitas saja sebagai wartawan", kata Princen. Princen tidak setudju dengan alasan itu. Tapi nampaknja selalu pertimbangan laba-rugi setjara dagang, radio swasta itu bisa dimengerti pula djika menghendaki wartawannja hanja sebagai penonton peristiwa, bukan peserta peristiwa. Princen, jang sehari-hari kadang di panggil Ponke, betapapun kini sudah bekerdja djadi wartawan lagi: meskipun orang ada baiknja mengharap agar dia menulis suatu otobiografi.

MBM TEMPO EDISI 02/02, 18 Maret 1972, Hal. 18